Kata orang, usia remaja adalah
saat-saat yang paling indah serta paling rawan dalam hidup. Kenapa?
Karena pada saat itu, keingintahuan kita akan sesuatu hal begitu tinggi,
kepercayaan dengan teman begitu besar, dan ingin melakukan segala
sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya.
Remaja
menurutku tidak lantas juga identik dengan jatuh cinta dan patah hati
seperti tayangan-tayangan FTV dan sinetron yang sering kita konsumsi
sehari-hari. Huh, sebagai seorang remaja aku kesal sekali melihat itu
semua. Seakan-akan dunia remaja itu hanya sebatas hura-hura dan
cinta-cintaan saja. Padahal dunia kami kan cukup
luas.
Oiya sebelum aku terlalu banyak mengoceh disana-sini,
sebaiknya kita berkenalan dulu. Kan ada pepatah yang mengatakan bahwa,
tak kenal maka tak sayang. Namaku Rere, umurku 16 tahun. Saat ini aku
duduk di bangku SMA kelas 11 IPA.
Tahun ini adalah tahun yang
sungguh spesial bagiku, karena dua minggu lagi aku akan genap berumur 17
tahun atau istilah kerennya sih perayaan Sweet Seventeen gitu. Usia 17
yang katanya adalah titik awal perubahan seorang remaja. Perayaan ulang
tahunku kali ini akan diadakan dengan sederhana, namun cukup meriah.
Pestanya diadakan di sebuah rumah makan Jepang yang cukup ehm...
berkelas, dan aku mengundang teman-teman dekatku serta keluarga dari
Mama dan Papa.
Pokoknya pesta perayaan Sweet Seventeen-ku kali ini tidak akan kalah dengan teman-temanku yang lain.
***
Tiga hari sebelum perayaan sweet seventeen Rere...
"Re, kamu lagi dimana?" Mama meneleponku saat aku
sedang jam belajar. Terpaksa aku harus ijin dengan guruku untuk mengangkat telepon darinya.
"Aku ada di sekolah, Ma. Ada apa?" tanyaku balik. Aku mulai was-was saat mendengar nada suara Mama yang seperti orang khawatir.
"Kalo gitu, kamu bereskan tasmu dan ijin ke guru piket ya untuk pulang cepat. Mama jemput kamu di sekolah."
"Kenapa, Ma?" TUUTTTT.... Telepon dari Mama terputus begitu saja. Pandanganku langsung memburam. Ada apa ini sebenarnya?
Tak berapa lama, Mama datang ke sekolah, dan langsung meminta ijin ke
guru piket supaya aku boleh untuk pulang lebih dahulu. Ada hal penting,
katanya. Setelah masuk ke mobil, barulah aku tau hal penting itu. Papa
kecelakaan dan saat ini dirawat di ICU.
Aku langsung tercengang. Kenapa ini harus terjadi di saat menjelang perayaan sweet seventeenku?
Mama mondar-mandir di depan ruang ICU. Aku belum pernah melihat mama sekalut ini. Aku ingin menenangkan mama, tapi aku tak tahu harus berbuat apa. Tetiba seorang perawat keluar dari ruang ICU. Mama buru-buru menghampirinya dan menanyakan keadaan papa.
"Bagaimana suami saya?" tanya mama sambil menahan isakan tangisnya.
"Kita tunggu saja Bu, sedang diusahakan agar kondisi bapak membaik," kata perawat itu lalu berlalu meninggalkan kami.
Aku menatih mama agar duduk di kursi ruang tunggu. Tubuhnya dingin, matanya sayu dan mama tak seperti biasanya. Mama duduk di sebelahku, lalu dia mendekapku.
"Ma, papa baik-baik saja kan Ma?" tanyaku terbata, aku tetap berlindung di pelukan mama. Mama mengangguk, dan mendekapku makin erat.
Aku masih ingat, papa berpamitan kepada kami, papa akan dinas ke Medan selama satu minggu. Papa memastikan sebelum acara pesta ulangtahunku, papa sudah sampai lagi di Bandung. Iya, papa sudah ada di Bandung saat ini, tapi... kenapa harus seperti ini? Aku pun tak mampu membendung air mataku sendiri. Aku memeluk mama semakin erat.
"Ma, papa pasti sembuh kan Ma..." tak kuasa aku pun meronta, mengkhawatirkan papa, yang terbaring sendirian tanpa daya.
Mobil yang mengantar papa dari Jakarta menuju Bandung bertabrakan dengan truk di tol. Papa mengalami luka dalam yang cukup serius. Papa sudah menjalani operasi tadi, dan sekarang, kami menunggunya siuman. Tuhan, ijinkan papaku selamat dan sembuh kembali. Doaku sepenuh hati.
Tetiba, handphone Mama berdering, dari resto yang akan menjadi tempat acara ulang tahunku nanti. Dari pembicaraan Mama, sepertinya mereka menanyakan kepastian tmpat yang kami pesan. Lalu aku meminta ijin pada mama untuk bicara pada pihak resto itu.
"Boleh Rere ngomong sama mereka Ma? Kita batalin aja ya Ma..." ujarku pada Mama.
"Tapi Re, kan temen-temen kamu juga udah tau semua," kilah Mama. Aku menggeleng.
"Kamu nggak papa, Re?" tanya Mama lagi.
Aku mengacungkan jempolku pada mama.
Mama pun mengatakan pada pihak resto itu bahwa kami membatalkan acara itu.
Ya, semua, aku hanya ingin papa sembuh kembali itu saja.
Bayangan tentang kemanjaanku pada papa seketika semburat, berlarian tak bisa aku hentikan. Apa saja yang aku minta, papa pasti mengusahakannya. Papa itu sangat sayang keluarga. Aku selalu merasa nyaman kalau ada papa. Saat ini, aku ingin menjaga papa. Aku ingin papa sembuh, aku ingin melihat senyum papa.
Tulisan kolaborasi @bellazoditama dan @wulanparker
No comments:
Post a Comment