Monday, May 21, 2012

The Oracle

Oh iya... saya baru saja mencicipi sebuah tulisan... yang... mmmmm... misterius... xixixixixixi..... Bukan serem yah, misterius maksudnya, make me curious... :P Iya, tulisan-tulisan ini, menghampar bebas di sebuah buku dengan judul "The Oracle" yang ditulis oleh Teguh Puja *tsaahh* dia dia lagi? Eh.. tapi buku yang ini lain deh... beneran... dari temanya saya lebih suka yang ini.. :D

Judulnya, memang Oracle... tapi di dalamnya ada banyak sekali pelajaran tentang kehidupan. Kita semacam diajak jalan-jalan dari negeri satu ke negeri yang lain. Menjajaki kehidupan yang satu menuju kehiupan yang lain. Tentunya, dengan segala pergolakan batin yang membuat rasa kita melompat-lompat. Sampai saat ini, karena masih sebagian dari buku ini ya... rasa penasaran lah yang menjadi top rank saat membacanya.. :D

Ya... disini diceritakan seorang Pramoedya, ah namanya begitu bersahaja... *tsaaahh* Tokoh utama yang memiliki kemampuan memahami dunia yang tak kasat mata... :D Eh tapi jangan salah... di sini diceritainnya tentang intuisi dan feeling... *eeaaa jadi ngingetin pelajaran kuliah ini.... :D

Memang sih ceritanya si Pram ini menyukai ilmu tarot. Meski sebenernya saya tak paham betul dengan ilmu per-tarot-an, tapi menurut saya, si Pram ini meramal juga berdasarkan pemikiran dari simbol-simbol yang beberapanya diterapkan di ilmu Psikologi. Mulai dari air, angka dan beberapa hal lainnya. Agak berat sih memang pembahasannya. Tapi cerita-cerita di buku ini dikemas menarik.

Dari cerita-cerita itu, kita tak melulu disuguhi tentang hasil ramalan dan semacamnya. Justru kita bisa melihat sisi lain yang... mungkin juga memiliki andil dalam menentukan kehidupan kita. Misalnya, setiap orang memiliki intusi sendiri, dan berhak memilih apa yang ia lakukan. Dan, ketika Tuhan memberikan restunya, maka itulah yang akan terjadi. Bahkan, diantara kecemasan, ketakutan dan pendapat-pendapatnya, seseorang dapat memutuskan sesuatu dengan intuisi-intuisi yang dimilikinya.

Serunya... banyak pergolakan batin yang direkam. Kemudian dipaparkan dengan lebih filosofis. Ya, memang ada beberapa cerita yang sengaja berfilsafat lebih detil. Lalu, yang membuat saya selalu tersenyum-senyum kecil, tokoh utama ini cenderung mampu "membaca" orang lain di sekitarnya. Namun, ia sendiri tak mampu mengejawantahkan apa yang tengah ada dalam batin dan pikirannya dengan mudah. Saya rasa, Pram juga memiliki kecemasan sendiri tentang... dirinya sendiri.. mungkin... :P

Dari banyak cerita yang saya dapat, seseorang yang berintuisi kuat, tentang keadaan-keadaan di sekitarnya memang memiliki rasa yang berat untuk mengatakan apa yang sebenarnya ia tahu.. ah, pikirkan tepatnya. Apalagi, untuk sesuatu hal yang kurang menyenangkan. Akan ada "penolakan-penolakan" yang diciptakan sendiri dalam dirinya. Begitu pula dengan Pram. Dan kadang, sedikit sesal menyapa, ketika ia menyaksikan apa yang ia firasatkan adalah benar, dan ia belum mengatakannya. Lalu, apakah Pram sebenarnya juga ingin membantu seseorang itu mencegah kejadian-kejadian yang kurang menyenangkan yahh?? Pasti penasaran kaann... :D

Jadi, untuk apa Tuhan memberikan kemampuan-kemapuan itu? Semoga, buku ini bisa memberikan alasan-alasannya.

Oh iya, di satu bagian buku ini, menyebut bahwa cinta dan memiliki adalah berbeda. Ditulis dengan pengibaratan, bahwa ketika kita mencintai udara, kita bisa menghirupnya dengan bebas dan kita tetap tak bisa memilikinya. Hmmm... kemudian saya bertanya dalam hati, saya membutuhkan udara, apakah itu juga cinta? Lalu, jika memiliki, apakah tak pula berarti membutuhkan...? *eeeaaaa

Ya... begitulah buku ini akan bercerita.... membuat kita memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru... Tentang perjalanan kehidupan, dengan segala kemampuan, yang Tuhan berikan... :)

Dan, saya... penasaran... :)

Thursday, May 03, 2012

Namanya, Jingga


"Selamat datang jingga," gumamku pada suatu senja. Menyambut wajah langit yang hanya mampu kita lihat sekejap saja. Iya, senja... hanyalah kecupan yang mengantar terang pada gulita. Mungkin juga, tempat bercengkeramanya awan-awan sebelum mereka redup dan seakan lenyap ditelan gelap. Tapi, taukah kau, kecupan sesaat serupa pelukan hangat yang mampu meneduhkan setiap lusuh perasaanmu. Kau boleh buktikan.

Sesekali aku menatapnya dalam-dalam. Mencari dan menyusup ke dalam hangatnya jingga yang penuh rahasia. Selalu ada senyum semesta di sana. Mengabarkan bahwa semua akan baik-baik saja, sampai matahari kembali menyapa. Kau dengar? Di setiap pelukan jingga, ada do'a-do'a yang selalu dirapal. Entah dalam senyum, isakan, atau sejuta kelelahan. Iya, bait-bait cerita pada Penguasa Semesta yang menjadi ramuan harapan. Hingga esok, bibir mungilmu pun mampu melukis senyum kala pagi menyapa.

Senja... aku yakin kau pun pasti selalu menantinya. Mengendurkan saraf-saraf otak yang tegang seharian. Membuang penat-penat yang mencekat. Melenggang kembali pada memori yang menjanjikan pertemuan-pertemuan menyenangkan. Dari sekian banyak kemungkinan, senja disambut dengan senyuman. Lalu, makna apa yang kau semat dalam pertemuan singkat itu?

Hmm... entah kenapa, dalam pelukan jingga, selalu sayup-sayup terdengar sebuah sapa yang meneduhkan. Membuaiku dalam sederet ingatan tentang masa-masa kecil yang menyenangkan. Riuh-riuh tawa gembira memukau rasa, menghadiahkan sesimpul senyuman kepadanya. Seraut jingga dengan segala pesonanya. Serasa langist hanya berpihak padaku, memayungku dengan jingga.

Ah, alasan apa akan memalingkan aku darinya? Aku rasa tidak akan ada. Ia yang yang selalu mengajakku menari-nari menyusuri langit. Jingga, menyulut senyum-senyum kecil yang aku hadiahkan pada semesta. Atas segala cinta. Selamat senja.