"Maaa... kirim lagi ya Ma uangnya, Icha mau beli buku lagi.. banyak banget deh Ma," Icha merajuk lagi saat menelepon mama. Bulan ini sudah ketiga kalinya, Icha minta uang kiriman tambahan.
"Iya, sayang, nanti jam makan siang mama transfer ya.. Belajar yang rajin ya nak ya...", mama menjawab dengan sabar di seberang. Dan, apa yang tak diberikan mama untuk Icha, anak semata wayang mama.
Tak perlu menunggu lama, Icha sudah bisa melihat saldo di rekeningnya bertambah, bahkan lebih dari yang ia harapkan. Ini hari Jum'at, Icha sudah siap hangout bersama teman-temannya. Dimulai dari makan bareng, belanja bareng, sampai hura-hura bareng. Begitu terus.
"Cha, hari ini aku mau ke salon dulu deh, kamu mau join kan? Ini rambut aku udah harus dipermak lagi biar kece," kejut Rena yang udah siap jalan bareng teman-teman mereka yang lain.
"Iya lah, sekalian aku juga mau facial, ini muka udah tebel banget deh rasanya... Yaudah, biar gak kelamaan, kita berangkat aja yuuk...," ajak Icha seraya menggeret Rena.
Setelah mengunjungi salon langganan mereka, Icha dan Rena pun menuju mall tempat janjian dengan teman-teman yang lain. Kelima gadis belia ini sudah cukup lihai memilah-milih barang belanjaan, mulai dari baju hingga aksesoris kecil yang kerap meramaikan dandanan mereka.
Dan... perjalanan pun dilanjutkan dengan makan-makan sambil ngerumpi pastinya. Ya, seperti layaknya anak gaul lainnya, Icha dan teman-temannya punya kebiasaan yang sama juga. Seperti tak kenal lelah, mereka bisa menikmati saat-saat itu dengan penuh canda dan tawa.
Begitupun Icha, gadis berambut lurus sebahu yang masih terdaftar sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi di universitas ternama di Jakarta ini, sangat menikmati gaya hidup yang ia anggap sebagai surganya dunia.
***
"Halo, Cha, kamu gak ke kampus?" sapa Rena di seberang telepon.
Icha yang masih di atas tempat tidur, menjawab dengan suara berat, "Aku lagi gak enak badan Ren... uhuk..uhuk...". Icha merasakan tubuhnya kehilangan daya. Lemas, ia berusaha meraih botol kecil yang tergeletak di tepi tempat tidurnya, dan, botol itu telah kosong.
Tubuhnya berkeringat dingin, Icha terus memegangi kepalanya yang terasa sakit, semakin dan semakin sakit. Ia tak bisa lagi peduli dengan suara Rena di telepon.
"Mama..mama..." desah Icha. Hanya dinding kamar kosnya yang mampu mendengar suara lemah Icha.
Hingga malam Icha masih berada di kamarnya. Tadi siang Rena sempat datang untuk menjenguknya dan membawakan bubur ayam. Hanya empat suap Icha tak sanggup untuk meneruskannya. Rena juga sempat mengajak Icha untuk ke dokter namun ditolaknya karena ia merasa akan lebih baik tak lama kemudian. Tapi ternyata ia juga masih lemah. Ia hanya bangun dari tempat tidur untuk ke toilet, selebihnya meringkuk di balik selimut tebalnya.
Jarum jam di kamarnya menunjukkan pukul 22.00. Masih terpeluk selimut, Icha meraih telepon genggamnya. Dipencetnya speed dial nomor satu, Mama.“Tuuuut… tuuuttt”. Tidak ada jawaban. Dicobanya lagi. Masih tidak ada jawaban. Sepuluh menit kemudian ia masih mencoba menghubungi Mama tapi tak ada jawaban apapun dari sana. Dengan sedikit putus asa, Icha mengirimkan pesan pada Mama.
Ma, Aku Sakit.
Biasanya kalau Icha SMS, Mama selalu membalas tidak lebih dari lima menit. Apalagi kalau ia mengirim pesan yang berisi keluhan, Mama pasti akan langsung menelepon. Tapi anehnya tidak untuk kali ini. Mama hanya membalas SMS dan itupun baru dibalasnya jam 9 pagi keesokan harinya. SMS dari Mama berbunyi, “Ya, makan yang benar, minum obat, istirahat”. Icha hanya bisa pasrah.
***
Rena datang untuk mengajak Icha ke rumah sakit. Icha masih enggan pergi. Sebenarnya karena malas dan merasa sangat lemah, alasan Icha adalah karena saldo di tabungannya menipis. Rena masih terus memaksa Icha.
“Ren, aku lagi nggak ada uang”.
Rena membelalakkan matanya. Seorang Icha? Nggak ada uang? Kok bisa? Begitulah yang ada di pikirannya.
“Kok bisa sih? Bukannya waktu lalu itu kamu masih traktir aku? Katamu kan Mamamu baru aja kirim uang?”
“Iya, tapi itu kan dua minggu yang lalu?”, jawab Icha lemah.
“Nngg.. Kamu nggak minta lagi? Bilang aja kamu sakit. Bisa kan?”, Rena masih memburu lagi.
Icha menggeleng lemah. Ia mengambil telepon genggamnya. Dipencetnya beberapa saat untuk menuju pesan masuk. Ia membuka kembali satu pesan dari Mama. Ia tunjukkan pesan itu pada Rena.
Mama baru kirim uang 2 minggu lalu, kan. Kamu pakai apa aja? Mama nggak suka, kamu sekarang sudah pintar buat alasan-alasan.
No comments:
Post a Comment