Wednesday, August 29, 2012

Jangan Khawatir, Ayah




Mungkin ini malam kesekian Maya merindu. Entah kepada siapa. Mungkin saja... kepada apa. Sepertinya sih lebih tepat ia merindu pada sesuatu. Ia duduk di sudut ranjang, membolak-balik sebuah album foto. Sesekali Maya tersenyum. Kemudian, sesekali ia pun cepat-cepat membalik lembar-lembar foto.

Kemudian Maya kembali menatap meja, dimana dua buah buku dan sebuah majalah berjajar disana. Iya, buku yang diterbitkan dengan nama Maya sebagai penulisnya. Sebuah perjuangan panjang yang ia lalui untuk mewujudkan impiannya. Dan, di majalah itu pun, artikel yang ia tulis kini akan dibaca sekian pasang mata. Bukan decak kagum yang ia nantikan, tapi memanglah sebuah kepuasan baginya saat mampu bercerita dan menyampaikan banyak hal yang ada di kepalanya. Maya menyebutnya, berbagi.

Bukunya, satu judul tentang puisi-puisi yang sering ia tuliskan atas nama cerita tentang cinta, kebebasan, serta perjalanan. Satu lagi, tentang cita-cita, yang ia bagi untuk para remaja. Ah, sederhana bukan? Tapi tahu kah? Maya selalu bahagia dengan apa yang dimilikinya, saat ini dan seterusnya. Semoga.

Maya memeluk album foto yang sejak tadi masih ada di genggamannya. Maya memejam. Dan, senyum ikhlasnya mengembang saat itu juga.

"Yah, Maya cuma ingin belajar. Maya ingin belajar dengan menulis," rajuk Maya kepada Ayah malam itu. Ayah keberatan atas pilihan Maya untuk menjadi penulis dan meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta.

"Kamu yakin dengan keputusan kamu? May, ayah sudah tidak bekerja lagi, mungkin ayah tak bisa membantumu sewaktu-waktu nanti," ayah mencoba menasihati Maya.

"Ayah, penulis itu juga pekerjaan kan? Tak ada yang perlu ayah khawatirkan. Mudah-mudahan Maya sanggup bertanggung jawab atas pilihan Maya," jawab Maya mantap.

"May, kehidupan ini mungkin permainan. Tapi bukan berarti kita bisa main-main dengan sebuah keputusan, Nak," ucap Ayah lebih serius. Menatap lekat-lekat putri perempuan satu-satunya itu.

"Maya tak pernah main-main, Yah. Maya serius, dan berjanji akan memperjuangkannya," Maya mendekat, duduk di sebelah ayah dan merangkul lengan ayahnya.

Ayah hanya terdiam, seraya membenamkan kepala Maya dalam pelukannya.

"Kalau nanti Maya sudah di Jogja, ada Kak Awan dan Bayu yang akan menjadi teman cerita ayah setiap sore. Kalau ayah kangen, ayah bisa kok telepon Maya kapan aja. Nanti Maya pesan juga sama Mama, kalau harus memasak menu istimewa buat ayah setiap akhir minggu, hehehehe...." celoteh Maya berusaha membuat ayahnya tenang dan tidak mengkhawatirkannya.

Ya, memang Maya memilih untuk magang di sebuah penerbitan kecil di Jogja, milik kakak kelasnya ketika kuliah. Maya yang mencintai menulis, bertekad mendalami ilmu kepenulisan di penerbitan itu. Menjadi asisten editor, dengan gaji yang tidak seberapa. Bahkan, untuk tempat kos saja, Maya harus rela berbagi dengan seorang temannya lagi.

***

Ini Hari Minggu. Jam sepuluh pagi. Telepon genggam Maya terus berdering tak berhenti. Sang empunya masih lelap dalam tidurnya dan justru menelungkupkan bantal di telinganya. Sebentar saja dering itu berhenti. Berganti dering pesan singkat berkumandang. Maya sekalipun tak memedulikan telepon genggamnya.

Seperti sudah menjadi kebiasaan, Maya hanya membalas cepat pesan singkat tentang pekerjaan. Pun begitu dengan telepon darurat, semuanya Maya utamakan untuk pekerjaan. Jangankan pacar, keluarga pun kerap ia nomor sekiankan.

***

"May, tuh ada paket dari Jakarta. Makanan lagi deh kayaknya," Gea, teman Maya mengabarkan berita yang menurutnya bagus. Dan, selalu sambil cengar-cengir.

"Ya udah, buka aja, pasti juga kamu yang kepengen ngabisin, hahaha..." Jawab Maya santai. Disambut kerlingan mata Gea yang kemudian membuka bungkusan. Bisa dipastikan isinya makanan, dari ayah Maya.

Karena Maya jarang pulang dan ayah juga tak sempat berkunjung ke Jogja, ayah selalu mengirimkan makanan-makanan kesukaan Maya. Katanya, biar Maya semakin semangat. Ah, tapi nyatanya, yang semangat menghabiskan makanan juga teman-teman kantornya.

Sekarang, sudah genap satu tahun Maya meninggalkan ayah yang begitu mengkhawatirkannya. Waktu yang singkat mungkin bagi Maya, karena ia lebih banyak disibukkan dengan segala urusan pekerjaannya. Tapi, bagaimana dengan ayah? Apakah ini juga waktu yang singkat?

Ternyata tidak. Dalam setiap pesan singkatnya, ayah selalu mengatakan sangat merindukan Maya, karena sudah begitu lama tak bertemu. Tak mendengar tawa Maya yang ceria. Tak ada lagi sore yang penuh cerita. "Nggak, ayah nggak pernah bosan dengar cerita Maya. Malah selalu seru," jawab ayah sambil terkekeh. Menjawab pertanyaan Maya yang khawatir ayahnya akan bosan mendengar semua ceritanya sepulang kerja. Namun, selama jauh dari ayah, Maya tak begitu banyak punya waktu untuk bercerita dengan ayah.

***

Maya mengambil sebuah buku besar dan tebal dari rak bukunya. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Iya, itu kado ulang tahun dari ayah. Ayah yang membeli khusus untuknya, karena Maya tak suka selalu diberi baju ataupun boneka-boneka yang sudah semakin membuat kamarnya sesak.

Begitupun dengan sebuah tape recorder. Oleh-oleh dari ayah ketika tahu Maya menyukai korespondensi. Betapa senang ketika Maya menerima hadiah-hadiah itu. Mungkin, tak penting bagi orang lain yang tak membutuhkannya. Tapi ayah tahu, Maya sangat membutuhkannya. Dan pastinya, Maya menyukainya.

Kini Maya duduk di hadapan meja, dimana dua buah buku dan sebuah majalah berjajar disana. Kembali dibukanya album foto kesayangan yang sengaja ia bawa untuk mengobati rindunya kepada ayah, mama, Kak Awan, dan Bayu. Maya tahu, betapa sayangnya ayah padanya. Kekhawatirannya bukan karena tak suka. Itu tanda ayah sayang pada Maya, selalu peduli dengan keadaan Maya.

Ah, aku terlalu sering mengesampingkan segala urusan tentang ayah. Tapi, aku bisa semakin semangat juga karena dukungan ayah. Ayahku adalah ayah hebat. Ayah pendengar yang baik. Ayah kemudian memahami semuanya. Dan....membuktikan dukungannya. 

Maya mengemas buku-buku dan majalah di atas mejanya. Dimasukkannya ke dalam ransel yang telah dipersiapkannya. Maya akan pulang besok pagi. Ke rumah ayah. Membawakan kejutan untuk ayah. Ayah tidak akan pernah sia-sia dengan dukungannya. Tuhan mengemasnya dengan indah. Menghadiahkan impian Maya yang sekarang menjadi nyata. Sederhana, tapi indah. Lewat dukungan dan do'a ayah.

Love you, Dad....

Saturday, August 11, 2012

I Remember :)




I remember.. The way you read your books, 
yes I remember
The way you tied your shoes, 
yes I remember
The cake you loved the most, 
yes I remember
The way you drank you coffee, 
I remember
(I Remember - Mocca)



Ada yang menari-nari di kepalaku
Ingatan yang berirama, tentang kamu
Meliuk-liuk mencumbui senyumku
Apa kabar, kamu?
Ingatkah juga pada tawaku?
Juga serangkum cerita yang bercelah desahku
Aku, kamu
Kala itu.....






And the way you smile at me, 
yes I remember


You Turn My Whole Life So Blue





You did it again
You did hurt my heart
I don't know how many times
(You - Ten 2 Five)

Yeaaahh... ini lagu yang sempat membuat saya melakukan pengereman mendadak, tadi pagi, sebalik siaran. Hahaha.. bagaimana tidak, bait pertamanya aja langsung... langsung nujeb...

Kemudian saya terseret pada sebuah ingatan tentang malam itu. Ketika menyanyikan lagu ini pun saya sudah tak sanggup. Maka, saya hanya mampu terdiam, dan mendengar dua sahabat saya yang bernyanyi... untuk saya.

Mungkin, kalau saya sendiri yang menyanyikannya, mungkin sofanya bisa langsung basah. Bahkan saya harus rela cardigan satu-satunya berubah fungsi jadi pengepel lantai. Hmmm akibat kelenjar air mata yang sudah tak sanggup menahan desakan psikis yang lumayan dahsyat. Maka akan tumpah layaknya air bah :D


You.. i don't know what to say
You've made me so desperately in love
And now you let me down


Nanti....
Biarkan saja sendiri...
Rasa itu pulang...
Pada hati yang ia cari...


You.. you turn my whole life so blue
Drowning me so deep.. i just can reach myself again


Silakan lanjutkan menyanyi.
Saya dengarkan... :)

Friday, August 10, 2012

Seharusnya, Aku Juga

"Halo," aku menjawab telepon darimu sore itu.
Kamu justru diam. Aku hanya bisa mendengar petikan gitar yang kamu mainkan. Hmm... aku tahu lagu apa yang sedang kamu mainkan... :D
Sudah selesai. Aku, masih terdiam.
"Halo, kok diam?" tanyamu kemudian.
Aku mengikik pelan. Mungkin, kalau aku ada di sebelah atau di depanmu, kamu sudah memberiku cubitan kecil di pipi. Ya.. beruntunglah, aku tak tampak di hadapanmu saat ini.
"Yaaahh.. udah dimainin penuh penghayatan juga... komentar kek..." tersulut juga protes dari mulutmu ya... :D
"Iya, bagus" jawabku enteng.
"Kamu lagi ngapain?" tanyamu lagi.
"Lah ini, lagi jawabin telepon kamu," jawabku.
Selanjutnya, aku bayangkan, kamu sudah melotot dan hendak menjewer telinga kecilku. Dalam hati aku terbahak. Oh, maaf.. :D

Romantis ya kamu. Tapi kadang aku sendiri mempertanyakan keberadaan perasaan dalam diriku sendiri. Hambar. Kenapa? Apakah ada yang salah? Atau, aku masih terlalu muda?

Ah, itu boyband kesukaan aku, lagunya juga. Kamu tahu itu. Lihat saja, pin up itu masih tertempel rapi di dinding kamarku. Darimu.  Tapi... tak serapi perasaanku, padamu....
Karena, tetap saja hambar.....

You treat me like a rose
You give me room to grow
You shone the light of love on me...
(Like A Rose - A1)

Mungkin, seharusnya, aku juga....
Sayangnya.....
Ah, yang penting aku mengingatnya...
Mungkin, sampai lupa... :)



Hanya Ingin Bertanya




"Pertanyaan..." yang entah kenapa terkadang menjadi lebih berat daripada berton-ton beras yang harus dipanggul. Sesulit soal ujian yang materinya sama sekali tak ada di kepala. Atau bahkan lebih mengerikan daripada sebuah film horor berbumbu thriller yang begitu dahsyat. Ah, apalagi jika tanya dengan bumbu "beda", mmm meski sejumput saja.

Lalu, seharam apakah kemudian tentang "tanya dan beda" itu?

Saya sedang bertanya-tanya, tentang... kenapa orang tak boleh bertanya tentang keyakinan orang lain? Hmmm... iya, bagi sebagian orang, ini adalah hal yang seharusnya tidak terjadi. Tapi kenapa? Bukankah dengan bertanya, kita akan lebih mengenal, kemudian.... memahami....?

Apakah tak layak jika orang lain mengetahui bahwa kita pemeluk Islam, atau Kristen, Katholik, Hindu, Budha, ataupun keyakinan yang lain? Apakah itu mengganggu? Apakah itu akan memberikan akibat-akibat yang buruk? Atau, membuat kebebasan tak ada lagi?

Saya rasa, setiap jiwa berhak memilih tentang apa yang menjadi keyakinannya. Dan, oke, keyakinan adalah urusan vertikal yang personal kepada Yang Maha Pencipta. Tapi mengetahui satu sama lain adalah sebuah bentuk untuk saling memahami. Mudahnya begini, ketika kita tahu bahwa teman kita pemeluk Kristen misalnya, seandainya akan membuat janji kita boleh kan menanyakan, "Kalau Hari Minggu siang gimana? Kamu pulang gereja jam berapa deh?" Ya, paling tidak, kita tidak semena-mena dalam membuat janji. Atau, ketika yang di depan kita adalah seorang pemeluk Islam, ketika mendengar adzan, boleh lah kita katakan, "Adzan nih, kamu gak sholat dulu?" Lalu apakah itu juga salah? Bukankah mengingatkan dalam kebaikan juga sebuah anjuran?

Jadi, apa masalahnya? Sulit memberikan jawaban? Ya mudahnya dijawab saja apa adanya. Jika memang iya katakan iya, jika memang tidak, maka katakan tidak. Tidak semua pertanyaan akan menjurus pada hal-hal yang detil. Kadang semuanya hanya membutuhkan jawaban yang sederhana, agar lebih paham.

Mungkin kita perlu belajar dari hal yang simpel ya, misalnya, menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut dengan jujur... apa adanya...
1. Sudah sarapan belum?
2. Kamu, udah punya pacar?
3. Maaf, apakah anda sudah menikah?

Semua pertanyaan itu, boleh dijawab dengan "BELUM". Kadang kita cenderung merasa inferior ketika mendapati diri kita berbeda dengan yang lain. Hei, Yang Maha Esa itu cuma Tuhan. Sedangkan yang diciptakan beraneka ragam adanya. Jadi, tidak sama itu, tidak nista. Termasuk, tentang keyakinan. Saya rasa, tidak ada yang salah jika tetap peduli kepada yang berbeda.

Kemudian, apakah kekhawatiran menjadi berlebih jika ternyata kita berbeda? Jadi tidak bebas lagi? Hei, semua bebas tetap berbatas. Kebebasan yang tak berbatas, cuma dimiliki oleh Tuhan. Ya, semua yang diciptakan, tetap memiliki batas, keterbatasan. Apakah itu mengerikan? Saya rasa tidak. Semua yang diciptakan memiliki peran.

Apalagi, ini tentang keyakinan, yang tak bisa dipaksakan. Semua merangkum tentang "perjalanan" berdekatan dengan Tuhan. Saya sih berharap, dengan datangnya pertanyaan-pertanyaan kepada kita, justru akan membuat kita lebih banyak belajar. Membuat kita menjadi semakin dekat, semakin paham, semakin mencintai, tentang semua yang kita yakini. Bahwasanya tak ada pemahaman tanpa penambahan atas pelajaran.

Lalu apalagi yang ditakutkan?
Tak ada perjalanan tanpa hambatan. Hanya karena ketakutan tentang ketidaksempurnaan sebuah keyakinan, justru semakin banyak hal yang kita sembunyikan. Hmm... hendaknya kita tetap bisa mengatakan, menanyakan, bahkan saling berbagi pelajaran, yang mudah-mudahan mampu meneguhkan keyakinan.

Jadi, nomor telepon kamu berapa? *Duh *Salah fokus :)) :))





Saturday, August 04, 2012

A Little Thing I Care, About You

Hmmm...speechless aja kalau denger lagu dari Dewi Lestari yang duet sama Rizky Alexa. Iya, yang judulnya "Peluk" itu. Mulai dari musiknya, kata pertamanya... dan semuanya....

Layaknya serangkum kata yang.... harus kuucap, padamu mungkin...
Entah dengan apa dan bagaimana...
Jika memang begini saja... :)

Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus ku berdusta
Kar'na kaulah satu yang kusayang
Dan tak layak kau didera



Dan kini...
Inginnya ku dimengerti...
Walau sekali saja...
Pelukku...

Friday, August 03, 2012

Ingatlah Hari Ini

Momen bersama teman-teman, adalah satu hal yang sangat menyenangkan. Apalagi kita bisa terbebas dari yang namanya pencitraan. Hag..hag..hag... Seperti yang dirasakan banyak orang, berada diantara teman-teman tercinta, saya bisa total maksimal dalam bersenang-senang.

Selain teman-teman yang lucu-lucu.. unyu-unyu... bagi saya, mereka adalah makhluk-makhluk ajaiiiiibbbb.... ciahahahaha..... ini berkah yang tak mungkin saya dustakan. Jujur saja, meski banyak saya lupa tentang pertemuan pertama, tapi saya selalu merasakan sensasinya... Gimana enggak, dalam keadaan susah senang, mereka itu nggak bisa di-skip ketawanya... hmmm terutama makannya... xiaxaxaxaxaa... *ditampol*

Bahkan, tanpa harus nonton stand up comedy... kita udah bisa bikin sit down comedy... Entah apa yang dibicarakan, yang jelas... selalu ada momen yang tak terlupakan...

Jadi, apakah saya mencintai teman-teman saya?
Saya jawab, IYA... dengan maksimal....
Insyaalloh... mudah-mudahan kita selalu berjodoh....

Jika tua nanti kita t'lah hidup masing-masing
Ingatlah hari ini...
(Ingatlah Hari Ini - Project Pop)

Hmmm.... ini lagu kesayangan waktu karaokeehhhh.... dan saya selalu ingat ekspresi teman-teman waktu menyanyikan lagu ini.... unyuuuuuu......
Lebih unyu dari ini..... :))))))))))



Kamu sungguh berarti istimewa di hati...
S'lamanya rasa ini.....


Thursday, August 02, 2012

Siapa Gerangan Dirinya

Aku sayapnya, tambatan hatinya
Yang mengilhami tiap langkah hidupnya...
Begitu adanya dalam goresan pena..
Ia suratkan berkala untukku...
Tak sekalipun kujumpai dia...
(Siapa Gerangan Dirinya -Padi)


Setiap baitnya selalu bercerita, kepada saya, bersama sekian perjalanan.
Ini satu lagu dalam album ke-empat (kalau nggak salah :p) Padi. Entah kenapa, dari sekian lagu, judul ini yang begitu memikat. Bahkan mendengarnya diantara lelap, akan sanggup mencipta sesimpul senyum saya sendiri.
Ah, berlebihan ya?
Saya rasa tidak, nyatanya seperti ada yang menjerat saya melalui setiap nada dan liriknya. Lalu, saya pun selalu menikmatinya. Bahkan, sempat menjadi lagu kamar mandi yang wajib saya nyanyikan, hahahaha...

Kalau mendengar lagu ini, semacam ada yang bernyanyi untuk saya dengan sepenuh hatinya.. ;)
Saya jadi ingat, kalau lagi labil-labilnya, bisa mewek-mewek sendiri dengerin lagu ini. Duh, kebangetan yaa... :)

Mungkin, perlu bukti? kalau ingin mencobanya, dengarkan saja... :)


Hingga sampailah kau pada bait...

Aku nafasnya, mungkin pula nadinya...
Kan menjaga denyut jiwanya...
Berartinya aku di mata hatinya...
Tlah meniupkan cinta sejatinya...
Sungguh enggan dia merelakan aku...

Duuuhh.... meleleh bener pastinya.....
Hahaha... dan akan tetap saya nantikan, hingga suatu saat nanti ada kesempatan untuk saling menyanyikan lagu ini... Dengan pertemuan yang indah tentunya... :p

Mungkin..... denganmu... :)