Tuesday, November 06, 2012

Sampai Jumpa Bayu (4)



gambar diambil dari sini



Sarapan yang Terlalu Awal 

Masih terlalu pagi
Tapi aku terlalu sibuk mencari tombol skip untuk hari ini
Aku rasa lebih baik mataku terpejam sehari ini
Hingga kudapati matahari sudah menandakan hari yang bukan hari ini


Ini hari ke-lima di bulan sebelas
Ya, bulan sebelas di tahun ke-dua belas
Kalender mejaku masih merekam impian itu
Satu tanggalnya ditanda gambar hati yang belum sempat kuwarna merah jambu


Aku berkali menelan air liurku dengan berat
Aku menata nafasku yang semacam tersengal hebat
Pun degup jantungku layaknya lari bocah sekolah yang takut datang terlambat


Aku merasa sarapan pagi ini terlalu awal
Membuat perutku makin mual
Sekotak ingatan semena-mena menjalar
Memaksaku melumatnya dengan lahap, meredam lapar


Aku harus memanggilmu apa sekarang?
Ah, tak penting!
Kenyataan kau peluk impian besar itu sekarang
yang tentunya kau bubuh dengan sekian kata paling


Kau memilikinya
Kau berhasil mewujudkannya
Kau menghadiahkan kepada ia
yang Tuhan pilihkan jalannya


Sudah, jangan menoleh ke belakang, aku
Super egoku berjuang agar aku tak terlunta lalu bisu
Mengecap-ngecap rasa yang tak layak aku beri untukmu
Menyimpan air mata perih yang tak perlu untukmu


Kemarin, kau minta hadiah apa?
Ah aku seperti melupa
Hanya tentang sebaris aksara saja aku tak sanggup lagi mengingatnya
Oh iya semoga nanti kau punya jagoan yang bakal tumbuh sebagai pemuda
Nanti semoga berjodoh dengan bidadariku yang bakal tumbuh sebagai nona


Ehhm.. maaf jangan kau ambil hati
Itu canda belaka
Agar hatiku tak mati
Sebab gagap pada rasa


Kamu,
berbahagialah selalu



Tulis Galuh di buku hariannya. Ia rayakan sendiri kebahagiaan yang hanya separuh dimilikinya. Seharusnya tak ada lagi sesal yang ia rasakan. Tapi, seketika memori itu menyergapnya. Membuatnya terapung dalam mimpi-mimpi yang sudah tak mungkin menjadi nyata. Ia buka kembali selembar kertas yang sempat mengabadikan impiannya. Selembar kertas yang isinya ditulis tangan oleh sang pemberi harapan dan kemudian, melumpuhkan.

Entahlah, ia merasa selama ini ia menempuh sebuah perjalanan jauh, pendakian yang melelahkan bahkan mengajarkan kesabaran dalam berlayar. Kini ia telah sampai pada tempat yang menghadiahinya serupa rasa yang harus ia terjemahkan tanpa luka. Ya, tanpa luka. Setidaknya ia pernah belajar bermimpi, belajar berjuang menggapainya.

Kepadamu, aku ingin tahu satu rahasiamu yang tak pernah kau ungkap padaku, tentang aku, yang selalu ceritakan kepada mereka yang jatuh hati kepadamu.

Aku merelakanmu. Ucap Galuh dalam hati.

Seharusnya tak ada lagi pepatah-pepatah bijak yang menjadi candu. Tentang beda yang dapat merdeka dalam cinta. Tentang luka yang mudah menjelma suka. Maaf, aku hanya ingin menenangkan diriku. Saat ini. Sendiri.









No comments: