gambar diambil dari sini
Aku rebah, kekasih. Lelah
meretas masa setelah sekian lama terpilin janji. Ditingkahi hujan sore ini,
kubisikkan namamu lagi.
Sekian kecup yang
pernah kau beri, kini memenuhi ingatan kembali. Dingin, aku rindu hangat dalam
senyum yang selalu lekat.
Tak perlu mengingat
bagaimana dulu kusentuh sudut wajahmu dengan ujung jemari. Pejamkan mataku,
untuk sesaat kau hadir kembali.
Kau bisa rasakan? Dalam
gelap, senyummu masih berpendar. Ia jauhi kesepian. Menyesap hangat ingatan
yang menjalar.
Namun sesaat, hangat
yang semu perlahan tergantikan luka yang mendekap erat. Dan mengapa dulu kau
lepaskan genggaman tanganku?
Aku ramu rindu dalam
rintik hujan. Menggantikan pelukanmu. Menggantikan genggaman yang seharusnya
memupus ragu.
Jalinan senyummu
menghangatkan senja. Mengisi larik-larik ingatan, bait-bait dalam kenangan.
Dalam hujan, kita mengurai lara.
Aku harap basahnya tak
membubuh perih berlebihan. Aku hanya inginkan satu senyummu kubalut dalam
ingatan. Semalaman.
Dan kaulah hujan di
penghujung masa. Menguar harum tanah basah diantara luka. Dan aku melepaskan
semua yang pernah kita punya.
Merelakannya hanyut
menuju satu muara yang kita pun tak pernah mengetahuinya. Aku diam, menikmat
dingin yang memeluk malam. Kamu?
Aku terpejam. Meresapi
kenangan. Sekejap ingatan akan dekapan yang bahkan tak mampu menebarkan
kehangatan dan memecah kesunyian
Lalu kapan lagi aku
dapatkan kehangatan itu? Darimu? Aku pun tak tahu.Bahkan hujan pun memilih
bermanja dengan ingatan, tentangmu.
Puisi berbalas Farah Lestari dan Wulan Martina
*saat dingin menyelusup mencari kehangatannya sendiri
No comments:
Post a Comment