Monday, November 12, 2012

Putri Intan Cari Pacar





“Papiiiii!! Aku mau punya pacaaaar!” Putri Intan melangkah memasuki ruang kerja ayahandanya dengan wajah kusut. Rambut bergundinya berkibar ke sana kemari setiap kali kepalanya bergoyang dasyat; kebiasaannya saat sifat manjanya kembali kambuh.

”Pacar? Bukankah banyak lelaki di kerajaan kita yang hendak menjadi pacarmu?” sahut Raja Permata tenang tanpa sekalipun mengalihkan pandangan matanya dari koran pagi ini. Ckckckck, nilai Ruby menurun drastis, sepertinya ia masih harus menunggu sampai nilai jual batu itu kembali naik.

”Aaahhh Papiiii… mereka tidak keren…. Senyumnya terlalu dibuat-buat. Aku tak suka. Makanya, ijinkan aku untuk jalan-jalan sebentar keluar istana. Siapa tahu aku bisa dapat pacar disana….” kalimat panjang diberondong Putri Intan kepada ayahanda. Ia mengguncang-guncang lengan Raja Permata yang hanya mengangguk-angguk pelan. “Papiii… jangan hanya mengurus batu… ” rengeknya lebih serius.

”Kamu mau cari pacar di mana?” Raja Permata masih menanggapi putri tunggalnya itu dengan tenang, “Belajar aja yang benar, baru cari pacar.”
”IKKKH! Tapi aku malu sama Putri Lily dari Kerajaan Bungaaa! Dia udah punya pacar yang kereeeen!” 

Putri Intan menghentak-hentakkan kakinya lebih kencang. Ia paling benci jika ayahandanya itu mulai bersikap seperti itu.

”Memang kamu tahu dari mana, emm?”
”Tadi dia BBM aku, Piiii!” seru Putri Intan gemas. “Dia pamerin pacarnya ke akuuu!”

Mendengar cerita Putri Intan, Raja Permata justru tertawa terbahak-bahak. Sambil sesekali mengelus kepala putri tunggalnya. “memangnya menurut kamu, pacar itu apa sih?” tanya Raja Permata.
Putri Intan menatap lugu kepada Sang Ayahanda. Ia menunduk, memainkan jemarinya sendiri, sambil berpikir, apa artinya pacar. Sesekali dia mengerut-ngerutkan dahinya. “Mmmm…mmmm…” suara Putri Intan kemudian terdengar setelah cukup lama terdiam.

Raja Permata melekatkan tatapannya pada sang putri. Mencoba meraba-raba apa yang akan diucapkan putri tunggalnya itu. “Pacar ituuuuu…. yang bisa diajak ketawa-ketawa dan makan es krim bersama, Pi….” ujar Putri Intan sambil memetik ibu jari dan jari tengahnya. “Iya kan, Piiii…? ” senyumnya lepas tanpa ada yang ia sembunyikan.

Mendengar jawaban Puri Intan, Raja Permata justru merasa sedih. Ia berpikir bahwa Putri Intan sedang merasa sangat kesepian. Sejak Permaisuri, sang ibunda meninggal, Putri Intan tak banyak waktu lagi bermain, atau sekadar bercerita. Raja Permata menyadari, ia tak punya waktu banyak untuk mendengarkan cerita-cerita putri tunggalnya. lalu ia berpikir, mencari-cari cara untuk membuat sang putri tak lagi kesepian.

“Putriku…” Raja Permata meletakan koran paginya, kemudian berdiri dan menggenggam kedua tangan putrinya. “Apa kamu membutuhkan seorang pacar karena Papi jarang menemanimu, emmh?”

Putri Intan terkesiap, sesungguhnya ia tak pernah berpikiran seperti itu, tapi ia tetap tak bisa memungkiri jika kadang kala ia merasa kesepian karena ayahandanya terlalu sibuk dengan urusan kerajaan dan perdagangan batu-batuan.

”Errrh, sebenarnya Intan nggak pernah mikir gitu sih, Pi…” kata Putri Intan jujur.
“Lantas, kenapa kamu begitu ingin punya pacar?”
“Kan Intan sudah bilang, Papiiii! Intan NGIRI sama Putri Lily! HUH!” tiba-tiba saja Putri Intan meledak, ia pun berkacak pinggang dan menatap ayahnya jengkel. “Dia pasang foto pacarnya di DP BBM-nya, terus mention-mention-an sama pacarnya di Twitter! Terus Intan ngiri! Terus Intan pengen punya pacaaaar, Papiii!

”Hmmmm bagaimana kalau kamu pasang saja foto Papi waktu masih muda. Papi juga ganteng lohh… Nihhh…” seru Raja Permata tiba-tiba seraya menunjukkan sebuah foto pemuda cungkring dengan rambut mohawk dan sedang tersenyum dengan memamerkan sebaris giginya yang putih.

Putri Intan menganga ,melihat foto sang ayahanda.”Nah, nanti Papi juga akan membuat akun twitter, kamu bisa mention Papi di sana, nanti Papi balas,” lanjut Raja Permata bersemangat.

Putri Intan semakin bersungut-sungut. “Iiihh Papi deh… masa aku mention-mention-an sama Papi?! Itu kan pacar palsu namanya…” Putri Intan menukas sambil menahan geram.

“Hmmm pacar palsu? Tapi kasih sayang Papi tak pernah palsu, Nak… Bagaimana dengan pacar? Bisa saja mereka membohongimu kan?” berondong Raja Permata sekali lagi.

Bibir Putri Intan spontan mengatup. Bayangan masa lalu bersama ayahandanya berkelebat di kepalanya. Ia masih ingat bagaimana ayahandanya itu selalu berusaha menyempatkan diri mencium dahinya setiap malam di tengah-tengah kesibukan harinya. Bagaimana ayahandanya bekerja mati-matinya untuk memimpin Kerajaan Batu-Batuan hingga semakmur sekarang ini. Bagaimana ayahandanya tetap berusaha menjadi ibunda baginya meski ia sendiri tahu, tak ada seorang pun yang dapat menggantikan Ratu Ruby; ibunda Putri Intan dan istri tercintanya.

Bagaimana ayahandanya, Raja Permata, menjadi satu-satunya orang terdekat baginya dan selalu berusaha menjadi orang yang paling pertama tahu segala permasalahannya. Oh, semua hal itu mulai membuat Putri Intan semakin enggan untuk memikirkan masalah pacarnya lagi!
“Bagaimana? Kamu mau terima tawaran papi?”

Suara Raja Permata membuyarkan lamunan Putri Intan. Namun setelah terdiam cukup lama, akhirnya Putri Intan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan; sebuncah perasaan sentimentil tiba-tiba saja merasuki hatinya. Kapan terakhir kali ia menghabiskan waktu bersama ayahandanya itu secara khusus?
Rasanya sudah lama sekali.
”Papi… maafin Intan,” kata Putri Intan lirih.

Putri Intan memeluk Raja Permata. Ia justru menangis sejadi-jadinya. “Intan janji nggak lagi-lagi minta pacar, Pi… Papi sudah cukup sayang sama Intan..” kalimat sang putri tetap bisa dipahami Raja Permata meski diantara sesenggukan tangisnya. Raja Permata mengelus kepala putrinya, kemudian mencium keningnya. “Tapi, Pi… ” sela Putri Intan tiba-tiba.
“Apa lagi, sayang?” tanya Raja Permata lembut.
“Aku mau jalan-jalan keluar istana…sama Papi…” ucap Putri Intan dengan semburat senyum yang menggantikan sembab wajahnya.

Raja Permata pun tergelak dan menganngguk dengan pasti. Ia terlihat sangat bersemangat dengan tawaran putri tunggalnya itu.  ”Ayo! Ayo kita pergi! Kebetulan Papi ada keperluan di Pasar Berlian, ada barang baru yang harus Papi beli untuk keperluan proyek di tambang batu bara. Hehehe.”

“Ehhhh!? PAPI JANGAN PIKIRIN KERJA MULU?!”

Fin

“Colaboration With Wulan Martina (Again :P We Love Comedy!)”


*naskah dan gambar di-copy dari blog milik Dicta :)

No comments: