“Papiiiii!! Aku mau punya pacaaaar!”
Putri Intan melangkah memasuki ruang kerja ayahandanya dengan wajah
kusut. Rambut bergundinya berkibar ke sana kemari setiap kali kepalanya
bergoyang dasyat; kebiasaannya saat sifat manjanya kembali kambuh.
”Pacar? Bukankah banyak lelaki di
kerajaan kita yang hendak menjadi pacarmu?” sahut Raja Permata tenang
tanpa sekalipun mengalihkan pandangan matanya dari koran pagi ini.
Ckckckck, nilai Ruby menurun drastis, sepertinya ia masih harus menunggu
sampai nilai jual batu itu kembali naik.
”Aaahhh Papiiii… mereka tidak keren….
Senyumnya terlalu dibuat-buat. Aku tak suka. Makanya, ijinkan aku untuk
jalan-jalan sebentar keluar istana. Siapa tahu aku bisa dapat pacar
disana….” kalimat panjang diberondong Putri Intan kepada ayahanda. Ia
mengguncang-guncang lengan Raja Permata yang hanya mengangguk-angguk
pelan. “Papiii… jangan hanya mengurus batu… ” rengeknya lebih serius.
”Kamu mau cari pacar di mana?” Raja
Permata masih menanggapi putri tunggalnya itu dengan tenang, “Belajar
aja yang benar, baru cari pacar.”
”IKKKH! Tapi aku malu sama Putri Lily
dari Kerajaan Bungaaa! Dia udah punya pacar yang kereeeen!”
Putri Intan
menghentak-hentakkan kakinya lebih kencang. Ia paling benci jika
ayahandanya itu mulai bersikap seperti itu.
”Memang kamu tahu dari mana, emm?”
”Tadi dia BBM aku, Piiii!” seru Putri Intan gemas. “Dia pamerin pacarnya ke akuuu!”
Mendengar cerita Putri Intan, Raja
Permata justru tertawa terbahak-bahak. Sambil sesekali mengelus kepala
putri tunggalnya. “memangnya menurut kamu, pacar itu apa sih?” tanya
Raja Permata.
Putri Intan menatap lugu kepada Sang
Ayahanda. Ia menunduk, memainkan jemarinya sendiri, sambil berpikir, apa
artinya pacar. Sesekali dia mengerut-ngerutkan dahinya. “Mmmm…mmmm…”
suara Putri Intan kemudian terdengar setelah cukup lama terdiam.
Raja Permata melekatkan tatapannya pada
sang putri. Mencoba meraba-raba apa yang akan diucapkan putri tunggalnya
itu. “Pacar ituuuuu…. yang bisa diajak ketawa-ketawa dan makan es krim
bersama, Pi….” ujar Putri Intan sambil memetik ibu jari dan jari
tengahnya. “Iya kan, Piiii…? ” senyumnya lepas tanpa ada yang ia
sembunyikan.
Mendengar jawaban Puri Intan, Raja
Permata justru merasa sedih. Ia berpikir bahwa Putri Intan sedang merasa
sangat kesepian. Sejak Permaisuri, sang ibunda meninggal, Putri Intan
tak banyak waktu lagi bermain, atau sekadar bercerita. Raja Permata
menyadari, ia tak punya waktu banyak untuk mendengarkan cerita-cerita
putri tunggalnya. lalu ia berpikir, mencari-cari cara untuk membuat sang
putri tak lagi kesepian.
“Putriku…” Raja Permata meletakan koran
paginya, kemudian berdiri dan menggenggam kedua tangan putrinya. “Apa
kamu membutuhkan seorang pacar karena Papi jarang menemanimu, emmh?”
Putri Intan terkesiap, sesungguhnya ia
tak pernah berpikiran seperti itu, tapi ia tetap tak bisa memungkiri
jika kadang kala ia merasa kesepian karena ayahandanya terlalu sibuk
dengan urusan kerajaan dan perdagangan batu-batuan.
”Errrh, sebenarnya Intan nggak pernah mikir gitu sih, Pi…” kata Putri Intan jujur.
“Lantas, kenapa kamu begitu ingin punya pacar?”
“Kan Intan sudah bilang, Papiiii! Intan
NGIRI sama Putri Lily! HUH!” tiba-tiba saja Putri Intan meledak, ia pun
berkacak pinggang dan menatap ayahnya jengkel. “Dia pasang foto pacarnya
di DP BBM-nya, terus mention-mention-an sama pacarnya di Twitter! Terus
Intan ngiri! Terus Intan pengen punya pacaaaar, Papiii!
”Hmmmm bagaimana kalau kamu pasang saja
foto Papi waktu masih muda. Papi juga ganteng lohh… Nihhh…” seru Raja
Permata tiba-tiba seraya menunjukkan sebuah foto pemuda cungkring dengan
rambut mohawk dan sedang tersenyum dengan memamerkan sebaris giginya
yang putih.
Putri Intan menganga ,melihat foto sang
ayahanda.”Nah, nanti Papi juga akan membuat akun twitter, kamu bisa
mention Papi di sana, nanti Papi balas,” lanjut Raja Permata
bersemangat.
Putri Intan semakin bersungut-sungut.
“Iiihh Papi deh… masa aku mention-mention-an sama Papi?! Itu kan pacar
palsu namanya…” Putri Intan menukas sambil menahan geram.
“Hmmm pacar palsu? Tapi kasih sayang Papi
tak pernah palsu, Nak… Bagaimana dengan pacar? Bisa saja mereka
membohongimu kan?” berondong Raja Permata sekali lagi.
Bibir Putri Intan spontan mengatup.
Bayangan masa lalu bersama ayahandanya berkelebat di kepalanya. Ia masih
ingat bagaimana ayahandanya itu selalu berusaha menyempatkan diri
mencium dahinya setiap malam di tengah-tengah kesibukan harinya.
Bagaimana ayahandanya bekerja mati-matinya untuk memimpin Kerajaan
Batu-Batuan hingga semakmur sekarang ini. Bagaimana ayahandanya tetap
berusaha menjadi ibunda baginya meski ia sendiri tahu, tak ada seorang
pun yang dapat menggantikan Ratu Ruby; ibunda Putri Intan dan istri
tercintanya.
Bagaimana ayahandanya, Raja Permata,
menjadi satu-satunya orang terdekat baginya dan selalu berusaha menjadi
orang yang paling pertama tahu segala permasalahannya. Oh, semua hal itu
mulai membuat Putri Intan semakin enggan untuk memikirkan masalah
pacarnya lagi!
“Bagaimana? Kamu mau terima tawaran papi?”
Suara Raja Permata membuyarkan lamunan
Putri Intan. Namun setelah terdiam cukup lama, akhirnya Putri Intan
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan; sebuncah perasaan
sentimentil tiba-tiba saja merasuki hatinya. Kapan terakhir kali ia
menghabiskan waktu bersama ayahandanya itu secara khusus?
Rasanya sudah lama sekali.
”Papi… maafin Intan,” kata Putri Intan lirih.
Putri Intan memeluk Raja Permata. Ia
justru menangis sejadi-jadinya. “Intan janji nggak lagi-lagi minta
pacar, Pi… Papi sudah cukup sayang sama Intan..” kalimat sang putri
tetap bisa dipahami Raja Permata meski diantara sesenggukan
tangisnya. Raja Permata mengelus kepala putrinya, kemudian mencium
keningnya. “Tapi, Pi… ” sela Putri Intan tiba-tiba.
“Apa lagi, sayang?” tanya Raja Permata lembut.
“Aku mau jalan-jalan keluar istana…sama Papi…” ucap Putri Intan dengan semburat senyum yang menggantikan sembab wajahnya.
Raja Permata pun tergelak dan menganngguk
dengan pasti. Ia terlihat sangat bersemangat dengan tawaran putri
tunggalnya itu. ”Ayo! Ayo kita pergi! Kebetulan Papi ada keperluan di
Pasar Berlian, ada barang baru yang harus Papi beli untuk keperluan
proyek di tambang batu bara. Hehehe.”
“Ehhhh!? PAPI JANGAN PIKIRIN KERJA MULU?!”
Fin
“Colaboration With Wulan Martina (Again We Love Comedy!)”
*naskah dan gambar di-copy dari blog milik Dicta :)
No comments:
Post a Comment