Hei, apa kabarmu? Aku sengaja menulis surat ini buatmu. Aku pinjam mata kamu sebentar, boleh?
Aku punya sedikit cerita....
Sehari ini aku dipanggil dengan sebutan yang berganti-ganti sama orang-orang. Iya, dipanggil, mbak, bu, kak,neng... Duhh... seambigu itu kah wajahku? Hehehe... sebenernya aku harus disebut apa coba?
Lalu, apakah aku juga ambigu untukmu?
Haha... sekalian aja ya.. aku beritahu kamu...
Kamu sangat ambigu di mataku... Termasuk tentang perasaanmu. Bagaimana aku bisa yakin padamu, kalau kamu kadang rindu, kadang nyuekin aku. Bahkan kadang akupun merasa diusir oleh kamu.
Sebenarnya kamu ingin apa? Katakan saja. Daripada aku melihatmu sangat ambigu. Bisakah kamu jelaskan lagi? Apa kamu itu cuma mimpi? Atau, fatamorgana?
Tuh kan, kamu sangat ambigu....
Tak boleh kah aku tahu? Agar aku bisa sepeuhnya percaya kata-katamu, tak lagi ambigu. Lain kali, katakan padaku, sambil menatap mataku, dalam-dalam. Sedalam kamu ingin menyelami hatiku, seperti katamu waktu itu. Atau memang hanya sedalam ini? Lalu kau menyerah untuk mengerti? Ah...
Kalau kamu memilih untuk ambigu, lebih baik, biarkan aku pergi, untuk mencari keyakinan sendiri. Daripada terus bersamamu yang ambigu, aku takut, takut dengan semua rasa yang ternyaata semu. Ah, sakit pasti!
Ya sudah, jangan lagi ambigu. Ijinkan aku lebih mudah memahamimu. Itupun, kalau kamu mau. Kalau tidak, aku akan pergi. Aku, tak suka ambigu. Sungguh!
No comments:
Post a Comment