Ketika aku menulis surat ini pun, aku masih belum tahu, dimana kamu sembunyi. Aku menitip pada angin untuk memanggilmu kembali di sini.
Kamu sedang berada dimana, nyali?
Iya, aku mencarimu, nyali...
Kenapa, kenapa kamu meninggalkan aku seorang diri, di sini. Apa kau yang meminta si takut untuk menemaniku? Ah, jujur saja, aku tak suka.
Hai nyali, sekali lagi aku katakan padamu, tolong jangan sembunyi. Aku sangat membutuhkanmu saat ini. Aku harus bertahan sendiri lagi. Kau kan tahu, selama aku sendiri, aku hanya bisa memilikimu, nyali. Aku mohon, kamu segera kembali, di sini. Menyatu dengan diri ini.
Aku tak tahu apa salahku, hingga kau pergi dan membiarkan aku semakin manja pada si takut. Untuk apa? Itu pun tak pernah membuatku bahagia. Asal kamu tahu, selama aku bersamanya, aku tak pernah merasa tenang. Sepertinya selalu ada yang memburuku. Lalu, bagaimana dengan kamu? Apa kau tertawa dengan apa yang terjadi padaku saat ini?
Ah, yang benar saja. Apakah selama ini kau merasa aku tak bersungguh-sungguh memilikimu? Apa aku kurang erat memelukmu? Aku harus apa lagi, nyali??
Jika kali ini angin benar-benar menyapamu dan menceritakan kabarku, tolong, katakan padanya, dimana aku bisa menemukanmu. Sungguh, aku sangaaaaaaattttt membutuhkanmu. Aku memang tak bisa janji selalu setia padamu, tapi aku akan lebih keras lagi berjuang untukmu. Agar aku bisa merasa lebih tenang. Karena harus kukatakan padamu, bahwa aku selalu tenang bersamamu, tanpa mengkhawatirkan apa-apa.
Heiiii, nyali.... tolong luluskan permohonanku kali ini. Kembalilah padaku. Aku lelah, lelah semakin dekat dengan takut. Ini bukan pergaulan yang baik. It's not a good relationship! Right?!
Jadi, aku yang akan menjemputmu. Mengajakmu beranjak dari persembunyianmu. Maafkan aku. Dan, kembalilah menyatu denganku!
No comments:
Post a Comment