Menyambung cerita-cerita saya yang sebelumnya, tentang kelas menulis, rasanya saya juga akan semakin suka jika teman-teman turut merasakannya :) Paling tidak, kita bisa berbagi ilmu dan mendapatkan hal-hal baru tanpa merasa tak punya kemampuan apa-apa. Hei, jika memang passion-mu adalah menulis kenapa tak memeluknya erat-erat? :D
Demikian juga jika merasa tertarik dengan menulis, temukan banyak hal tentangnya, bermainlah bersamanya, kemudian menulislah suka-suka. Hingga tak kuasa kau berdiam lama-lama tanpa merangkai kata. Belajar tentangnya adalah dengan membuatnya. Membuat tulisan apa pun yang kita suka. Dan ketika menemukan cara lain dari orang-orang di sekitar kita, itu yang membuat kita semakin ingin kreatif bersamanya. Caranya? Keraplah saling mengapresiasi karya, begitu kata seorang teman saya.
Entah ini pertemuan yang ke berapa, yang jelas saya dan teman-teman #Poetica cukup semangat untuk belajar menulis bersama. Apalagi, saat ini telah ada ruang untuk berkarya dan saling mengapresiasi bagi kita. Kala luang dan ingin membaca, silakan mampir rumah Poetica :)
Ya, itulah teman-teman menulis saya. Ragam cara bertutur ceritanya. Dan sejujurnya, mereka pula lah yang membuat saya lebih percaya diri dengan apa yang saya buat. Tak ada aturan yang mengikat, kita bisa bebas bercerita apa saja dan berlatih menulis ragam jenis cerita.
InsyaAlloh selalu ada yang seru dan bermanfaat yang dibagi bersama teman-teman #Poetica. Baik dalam kelas menulis dan juga blog-nya. Jika teman-teman ingin turut bergabung, dengan senang hati kami menyambutnya. Untuk pertemuan berikutnya, akan diadakan besok, Hari Sabtu, 29 Desember 2012 pukul 19.00 WIB. Seperti apa caranya? Teman-teman hanya butuh peralatan yang mendukung untuk bisa conference dengan Yahoo Messenger. Misalnya dengan mempersiapkan PC/laptop atau gadget lainnya dengan koneksi internet yang baik dan online dengan akun YM masing-masing. Informasikan keikutsertaan kalian dan kemudian akan diundang dalam conference-nya. Selanjutnya, temukan banyak ilmu baru.. Oke, sampai jumpa besok ;)
Menulis fiksi ternyata juga gampang-gampang susah. Kenapa? Karena ada satu hal yang sangat berpengaruh terhadap menarik atau tidaknya dalam sebuah karya fiksi. Plot, ya plot dalam sebuah cerita cukup menentukan apakah sebuah pesan yang disampaikan dalam cerita itu akan dapat dipahami oleh pembaca atau tidak.
Plot sendiri sebenarnya berbeda dengan alur cerita. Menurut Forster dalam Aspec of Novel, alur cerita merupakan sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun sesuai urutan waktu. Atau sebuah peristiwa yang susul menyusul. Sedangkan plot adalah hubungan sebab akibat antar peristiwa yang ada dalam sebuah cerita.
Nah, yang sempat saya pelajari di kelas menulis Poetica kemarin adalah tentang plot. Ya, struktur dalam sebuah cerita. Dimana di dalamnya terdapat unsur: pembuka atau pengenalan, konflik dan resolusi. Ketiga unsur tersebut tidak harus tersusun demikian, pembuka boleh diletakkan di awal cerita, di tengah, atau pun di akhir cerita. Begitu pula dengan konflik dan resolusi. Inilah yang kemudian kita kenal dengan macam plot.
Menurut Aristotle, ada satu poin penting lagi yang mendukung terurainya plot dalam cerita, yaitu sebisa mungkin penulis mengajak pembaca untuk merasakan "fear" atau "pity" dalam sebuah cerita. Artinya, penulis harus bisa mengajak pembaca untuk merasakan emosi yang ada dalam peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita.
Berikut ada contoh penggalan cerita, yang mungkin bisa dirasakan beda cara penyampainnya.
"Putri bapak dibunuh..." Kedua polisi itu
menyampaikan kabar terburuk itu. Kedukaan menyelimutiku. Aku hancur. Tidak,
lebih tepatnya aku sudah mati. Aku sudah mati sebagai manusia. Jiwaku lenyap
tatkala melihat putriku dikembalikan padaku dalam kondisi tak bernyawa.
Nafasnya sudah tiada lagi. Jangankan nafasnya. Tubuhnya pun sudah tak
lengkap.
Aku akhirnya bisa melihatnya. Si pembunuh. Pencabut
nyawa putriku. Aku menatap pria itu dengan dendam membara. Jika saja aku bisa
membunuhnya berkali-kali, aku akan sanggup melakukannya. Bagaimana tidak habis
kesabaranku? Pria itu baru saja tersenyum! Tidak ada wajah bersalah sedikitpun
terlihat di sana. Padahal ia baru saja dihukum dua puluh tahun penjara. Aku
benar-benar ingin mencincangnya jika tak ada jeruji besi itu. Akan kulakukan
tanpa pikir panjang demi putriku. (Jusmalia Oktaviani)
Aku sudah katakan padanya, mataku masih ingin terpejam. Aku tak
kuat menahan kantuk. Aku lelah, tubuhku masih sangat lemah. Berkali-kali aku
menarik selimut dan memejam sepejam-pejamnya. Seperti tak terima ia tak henti
meriuh, membingar, benar-benar tak bisa aku maafkan.
Dengan tetap memejam aku
menyambarnya, entah aku mendapati tombol apa. Arrrgghhh ia tak berhenti meraung
juga. Aku membantingnya, entah ke arah mana. Hingga ia serasa terbekap dan
mungkin tanpa nyawa. Aku, tak pedulli lagi pada kabar jam weker kecil itu.
Sekarang. (Wulan Martina)
Dengan penggambaran emosi yang kuat, pembaca akan merasa terlibat dalam cerita yang ditulis. Selain itu, pembaca akan lebih mudah memahami pesan yang ingin disampaikan. Hal ini juga terkait dengan karakter yang dibangun dalam sebuah cerita.
Berbicara tentang emosi dan karakter dalam sebuah cerita, Aristotle pun membagi cerita dalam tiga jenis, yaitu tragedi, komedi, dan tragedi komedi.
Tragedi adalah sebuah cerita yang mengungkap kesedihan dengan tokoh yang awalnya memiliki kebaikan-kebaikan atau masa jaya dan kemudian mengalami momen kejatuhan atau kehilangan atau mengalami masalah yang membuat nasib mereka berubah menjadi lebih buruk. Biasanya menceritakan kaum bangsawan yang mengalami momen kejatuhan dalam kehidupannya. Ini yang membuat cerita tragedi kerap disebut bercirikan memiliki "noble man".
Sedangkan komedi adalah cerita yang mengungkapkan kehidupan masyarakat pada umumnya. Tidak ada unsur "noble man" di sini. Biasanya yang diceritakan adalah kehidupan rakyat jelata dan menirukan perilaku-perilaku yang kerap muncul dalam kehidupan mereka.
Dan tragedi-komedi adalah perpaduan antara keduanya. Menjadi satu-kesatuan dalam cerita.
Lalu, cerita apa yang kerap ditulis atau kita baca?
Coba saja dirasakan, apakah itu tragedi, komedi, atau perpaduan keduanya? ;)
Memang pada kenyataannya tidak semua cerita memiliki plot, seperti yang pernah dibahas, bahwa jenis cerita deskriptif, tidak didominasi dengan plot. Begitu pula dengan cerita jenis sketsa. Dalam sketsa, biasanya hanya ditampilkan dialog atau potongan peristiwa. Namun, dialog atau potongan peristiwa tersebut sudah cukup mewakili pesan yang hendak disampaikan.
Meski dalam dialog dan peristiwa diungkap tentang masa lalu atau pun sekarang, cerita tersebut tetap tidak dianggap memiliki plot. Dialog tersebut hanya merupakan obrolan anatar tokoh/karakter yang ada. Intinya, cerita yang memiliki plot, sebagain besar terdapat dalam cerita narasi, yang memaparkan cerita dengan runtutan waktu secara jelas.
Nah, sekarang saatnya belajar menulis dengan menggunakan plot secara lebih baik. Semoga, cerita yang kita buat pun lebih memikat ;)
Dalam sebuah tulisan mungkin ada
cerita tentang kenangan, khayalan, harapan, kerinduan, impian, dan entah apa
pun yang sedang dirasakan dan dipikirkan. Seseorang mungkin merangkainya
sebagai cerita sederhana, karya dengan segenap keindahan atau pun lembar-lembar
informasi yang sengaja disampaikan berdasarkan fakta.
Banyak cara yang memang perlu
dipahami dalam menulis, agar apa yang akan kita sampaikan dapat diterima dengan
baik oleh pembaca. Misalnya, dengan memahami jenis-jenis tulisan yang akan kita
buat. Beberapa diantaranya adalah tulisan desktriptif dan naratif.
Tulisan deskriptif adalah tulisan
yang menggambarkan tentang sesuatu dengan lebih detil. Untuk tulisan deskriptif
sendiri ternyata ada tiga jenis, yaitu deskripsi spasial, deskripsi objektif, dan deskripsi subjektif. Mari kita coba bahas satu-persatu terlebih dahulu.
Deskripsi Spasial adalah penggambaran
tentang sesuatu secara tertentu dan tidak menyeluruh. Seperti ketika kita menggambarkan
suatu setting ruangan yang diceritakan lebih detil tentang ukuran, letak, jarak, sehingga pembaca dapat benar-benar membayangkan kondisi ruang yang sedang
diceritakan.
Deskripsi Objektif adalah
penggambaran sesuatu yang berkaitan tentang bentuk, warna, ataupun ornamen
detil yang melekat padanya. Penggambaran objektif lebih apa adanya dan bisa
menggambarkan sesuatu secara menyeluruh. Misalnya ketika kita akan menggambarkan tentang baju yang sedang
dikenakan seseorang, atau barang bawaan yang sedang dibawa oleh tokoh dalam
cerita.
Deskripsi Subjektif adalah
penggambaran tentang kesan atau suasana yang dapat dirasakan. Misalnya tentang
suasana yang sedang terjadi, raut wajah sang tokoh, atau kesan yang muncul
ketika tokoh menghadapi suatu peristiwa.
Sedangkan tulisan naratif adalah
tulisan yang menceritakan suatu kejadian secara runtut. Waktu kejadian
dipaparkan lebih jelas daripada dalam sebuah tulisan deskriptif. Misalnya
tentang kejadian di masa lalu, sekarang, atau di masa yang akan datang.
Nah, ternyata ada beberapa perbedaan
ya diantara tulisan deskriptif dan naratif. Jika diperhatikan pun, alur cerita
akan tergambar lebih jelas dalam sebuah tulisan naratif, sedangkan dalam
tulisan deskriptif, alur tidak menjadi hal yang dominan, karena sifatnya hanya
penggambaran.
Kedua jenis tulisan di atas dapat ditampilkan dalam tulisan terpisah atau pun menyatu. Maksudnya ada tulisan yang
memang hanya menyajikan penggambaran. Namun juga tidak menutup kemungkinan
bahwa dalam sebuah cerita akan terdapat dua jenis tulisan tersebut, deskriptif dan naratif. Justru akan
saling melengkapi. Penggambaran dapat disampaikan dengan jelas dan pembaca pun
dapat mengikuti cerita sesuai dengan alur yang ditampilkan.
Coba saja, dari sekian banyak tulisan yang pernah dibuat, kira-kira mana yang termasuk dalam tulisan deskriptif dan mana yang termasuk dalam tulisan naratif. Mungkin, ada yang bisa dieksplorasi ataupun diperbaiki cara penyampainnya ;)
Setidaknya, dengan sedikit bahasan di
atas kita dapat lebih maksimal dalam menuliskan hal-hal yang ingin kita
sampaikan kepada pembaca. Dengan begitu, kita juga dapat menyusun poin-poin
yang harus kita sampaikan dengan lebih detil dan sesuai dengan alur yang kita
maksud.
Kira-kira begitulah ringkasan materi yang saya dapat dari kelas menulis di #WriterCircle tempo hari. Oh iya, seperti biasa, di akhir kelas, ada tugas untuk membuat sebuah tulisan. Kali ini, cerita yang dibuat dari hasil menginterpretasikan lagu yang telah ditentukan oleh coach-nya :D
Untuk saat ini, inilah yang dapat
saya pahami tentang tulisan naratif dan deskriptif. Lebih jelasnya boleh mengintip di blog Coach -nya :D Semoga masih banyak ilmu yang bisa saya dapat di kelas #WriterCircle ini, kalau kalian mau gabung, tentu saja dipersilakan :D
Kelas #WriterCircle akan ada lagi, besok Hari Rabu, 12 Desember 2012 pukul 19.00. Seperti apa caranya?
1. Siapkan apa pun yang membuat kalian terhubung dengan internet. Semacam PC, laptop, atau apa pun, asal bisa memfasilitasi kita untuk conference via YM. 2. Untuk yang menggunakan Android atau Blackberry bisa mengunduh aplikasi Beejive for Yahoo Messenger (supaya bisa conference) 3. Aktifkan akun YM masing-masing. 4. Bergabunglah dalam conference dan selamat menemukan banyak ilmu baru.. ;)
Lama, Dira tak bertemu dengan sang
pemuda tiga kata. Ya, ia yang selalu menyapa Dira dengan “Apa kabar, kamu?” dan
juga “Apa kamu bahagia?”. Kadang Dira merindukan pertanyaan itu, seperti ada sihir
sempurna ketika ia yang mengucapkannya. Sayangnya, Dira tak ingin terlarut
dengan suka yang ia rasakan. Biar saja pertanyaan itu menjadi tanya yang
sesungguhnya. Dari seorang Galang. Itu saja.
Sore ini, Galang menepati janjinya
kepada Dira, membantu memperbaiki laptop Dira yang sudah beberapa hari ini
tidak dapat dioperasikan secara sempurna.
“Hmm ini laptop sama orangnya sama deh,
lagi labil…hahaha..”
Dira spontan merengut dan melirik Galang
sinis. Main-main. Galang justru terkikik dan tak
mengalihkan perhatiannya dari laptop Dira. “Ya udah, martabaknya buat aku semua
aja.. kamu gak usah..” Dira mengambil sepiring martabak manis yang dia sediakan
untuk sang tamu. “Eee sini-sini… itu kamu yang keju
aja, yang cokelat jatah aku… gak bisa-gak bisa.. belum makan siang iniii…” Galang
merebut piring yang diambil Dira. Serius dia lapar. Dira justru cengar-cengir, tetap
memegang erat piring berisi martabaknya. “Oke… tak ada servis yang baik, laptop
gak bisa beres…” timpalnya santai. “Yaaaaahh.. jangan dooong… penting
ini.. buat kerja dan buat berkarya.. haha.. Yaudah nih ambil..ambil…” rajuk
Dira sambil menyodorkan kembali sepiring martabak untuk tamunya.
Galang sibuk mengutak-atik laptop,
sedangkan di sebelahnya, Dira sibuk menghabisakan martabak kejunya sambil
membaca novel.
Tanpa sengaja, Galang tergoda untuk
membuka satu file dengan nama “My future has lost”. Ada beberapa foto disana,
entah siapa yang berada di samping Dira waktu itu. Dan salah satunya ber-caption
“my wed’s invitation”. Galang kemudian mengingat tentang postingan Dira di blog
beberapa waktu lalu. Hmmm jadi benar, batin Galang.
“Ciyeee… ada yang pernah punya pacar
ternyata…” Galang sengaja menggoda Dira.
Dira tersentak, melongok apa yang
sedang dikerjakan Galang. Spontan Dira memukul Galang dengan novel 400 halaman
di tangannya. “Bluuk”.
“Galaaaangg… tutup gaakk?? Kamu
jahat aahh..” Dira berusaha meraih laptopnya tapi Galang menghalangi dan justru
membaca keras-keras caption-caption yang ada di foto-foto yang tanpa sengaja ia
temukan. Galang tertawa-tawa.
Dira terdiam. Menutupkan kedua
telapak tangannya ke telinganya. Berharap tak mendengar apa pun yang dikatakan
Galang.
“Pantesan, tiap ditanya, jawabannya… ‘aku
gak bakalan jatuh cinta’… ahahaha.. yaudah sih… sedihnya udahan aja…” Gilang
mengelus kepala Dira.
Muka Dira memerah tak sudah-sudah.
Ada yang menggenang di pelupuk matanya. Tapi tak ada yang sanggup Dira lakukan
selain menatap bahu Galang yang tadi ia pukul sungguh-sungguh.
Dira teringat malam itu, ketika
keduanya terjebak hujan di Benteng Vredeburg, Jogja. Galang sempat menyatakan
perasaannya kepada Dira. Tapi, seperti biasa, Dira tak bisa mengatakan iya, bahkan
tak bisa menerjemahkan perasaannya sendiri.
“Kita, tak ada yang sempurna, pernah
terluka. Tapi tak ada yang dapat mengikis asa, kita berhak bahagia” kata Galang
malam itu.
Dira terdiam tanpa jawaban.
Membiarkan hujan menghanyutkan perasaannya, entah di muara yang mana.
“Aku trauma, Ta. Aku capek berjuang
dan kemudian ujungnya aku justru menerima luka” cerita Dira kepada Talita,
sahabatnya, sepulang dari Jogja. “Ra, kamu kemanakan Tuhan? Dia yang
mengatur takdirmu. Atas usahamu juga. Aku tahu kamu tulus sama Galang. Tuhan
tak akan pernah menukar kepemilikan bahagia, Ra…” sekuat itu Talita meyakinkan,
Dira tetap tak bisa menyambut rasa yang mungkin saja, cinta.
***
Sejak insiden laptop, Galang lebih
tenang menghadapi Dira. Tak pernah memaksa apa-apa dan tetap memberikan
perhatiannya kepada Dira. Dira yang masih bingung dengan perasaannya, kadang
berusaha menjauh dari Galang. Masih ia percaya bahwa cinta diterima sepaket
dengan luka. Mungkin, ia siap dengan cinta, tapi sepertinya tak sanggup
menyambut luka.
Bukan karena kebaikan Galang, tapi
lebih dari itu. Dira bukan seorang yang mudah jatuh hati dengan siapa yang baik
kepadanya. Bukan. Jika tak ada chemistry yang ia rasakan, Dira pun tak akan
betah berlama-lama dengan seseorang. Ada yang membuat Dira nyaman ketika
bersama Galang. Galang tak lebih baik dari orang yang paling baik. Galang tak
lebih perhatian dari orang yang paling perhatian. Galang tak lebih paham dari
orang yang paling paham. Tetapi, ada sesuatu yang membuat Dira menerima.
Sayangnya satu, Dira takut luka. Itu saja.
Hari Minggu ini ulang tahun Galang.
Galang sengaja mengajak Dira pergi jalan-jalan. Dira sedang ngidambermain sepeda di Monas dan bermain layang-layang.
Pagi-pagi mereka berangkat, menikamti keramaian Monas di hari minggu. Dimana banyak
orang berolah raga, bermain sepeda, bermain laying-layang, atau bahakan sibuk dengan
kegiatan yang sengaja digelar di jantung ibukota.
“Aaaa dia terbang tinggi sekali… aku
sukaaa…” Dira berteriak dan tertawa bahagia ketika layang-layangnya terbang
semakin tinggi dan tinggi. Ia berkonsentrasi mengendalikan laju layang-layang
dengan manarik dan mengulur benangnya.
Galang melihatnya dengan senyum
bahagia pula. Berharap mampu memupus luka-luka yang mungkin tak sengaja Dira
simpan, terlalu dalam. Terlalu lama. Atau mungkin sudah sembuh, namun tak ingin
lagi tergores sedikit pun. Sungguh, Galang ingin turut menjaganya, menjaga Dira
sekaligus hatinya.
“Udah capek, keringetnya udah banjir.
Pulang yuuk…” Dira menggulung benang layang-layang, lalu menyambar ranselnya.
Galang pun berkemas, mengikuti yang
Dira lakukan. Sejenak mereka bertedeuh di bawah pohon, melepas lelah. Setelah
meneguk air minum dari tumblernya, Dira merogoh ranselnya sekali lagi. Ia
keluarkan sekotak hadiah lalu menyerahkannya kepada Galang.
“Ini Lang buat kamu, tapi bukanya di
rumah aja yaa..” Dira yang cengar-cengir membuat Galang gemas dan ingin
mencubit pipi chubby-nya. Tapi pasti
Dira cepat-cepat menangkisnya. Biar kecil, Dira gadis yang gesit, kecuali dalam
insiden laptop tempo hari. Dira merasa benar-benar kecolongan. Yaa… sudah
jalannya harus begitu, mungkin.
Galang menerima kotak itu lalu
memainkan alisnya dan menebak-menebak isinya.
“Awas ya kalau kamu ngerjain aku… aku
kutuk kamu jatuh cinta sama aku… hahahaha…” spontan kepalan tinju Dira
melambung ke bahu Galang. “Awww..” Galang mengelus bahunya yang menjadi korban
keganasan Dira.
Sampai di rumah, Galang membuka
hadiah yang diberikan Dira tadi siang. Kotak yang dibungkus dengan kertas kado
warna biru bergambar kartun Smurf itu dibukanya perlahan. Tentu saja Galang
penasaran. Mmm sebuah scrapbook berwarna jingga berada di dalam kotak itu.
Galang membuka halaman demi halaman. Termuat foto-foto dirinya bersama Dira,
ketika sama-sama mengikuti acara komunitas mereka. Galang membaca seksama
setiap caption yang tertulis, Dikulum Senja Malioboro, Berlumur Lelah Suka Borobudur, Melawan Senyap Malam Alun-alun Kidul, dan tentu saja Jebakan Hujan di Benteng Vredeburg. Galang
tersenyum-senyum sendiri. Mengulang-ulang perhatiannya pada foto-foto yang
tentu saja mengikat erat ingatannya tentang kebersamaannya dengan Dira.
Di halaman terakhir scrapbook itu,
Dira menuliskan sebuah puisi
Aku
suka caramu menyapaku
Aku
suka caramu memahamiku
Aku
suka caramu merindukanku
Aku
suka caramu menyayangiku
Aku
suka caramu membahagiakanku
Terima
kasih, kamu
I
love you too
Galang menutup scrapbook dari Dira.
Malam itu juga dia menelepon Dira, mengucapkan terima kasih dan bercakap
sebentar.
“Masih pengin main flying fox?”
“Massiiiiihhh..”
“Yaudah besok bolos, aku mau culik
kamu sehari…”
Tanpa alasan mereka berangkat untuk
bermain flying fox. Sampai di lokasi, tetiba nyali Dira menciut. Apa iya,
dirinya yang bertubuh mungil berani bermain flying fox seperti itu.
“Aaahh gak jadi aah.. itu masa
bawahnya laut gitu.. aku kan gak bisa berenang. Gak mau ah..”
“Segitu aja nyali mantan atlet bela
diri. Oke..” Galang mengedikkan bahu.
“Isshh.. okeee… aku terima
tantanganmu. Aku mau merem aja… haha..”
“Terserah…” Galang tersenyum simpul.
Petugas sibuk memasang perangkat
safety untuk Dira. Setelah selesai, Dira melayangkan pandang ke sekeliling.
Galang tak ada di situ. Ia pun kesal. Tapi the show must go on. Dan… beberapa
detik ke depan Dira akan meluncur menyeberangi lautan.. hahaha..
Dira hanya mampu mendengar
teriakannya sendiri. Ia ingin memejam, tapi ingin juga melihat keadaan
sekitarnya. Sampai di seberang, Dira tak tahu seperti apa wajahnya. Semakin tak
bisa dipahami, tetiba Dira mendapati Galang berdiri di hadapannya,
tersenyum-senyum. Dira ingin mendaratkan kepalan tinjunya ke lengan Galang,
tapi tak berdaya. Ia lebih memilih sibuk melepas safety equipment yang membebat
tubuhnya.
“Apa kabar kamu?”
Dira justru menatap Galang dengan
sinis.
“Apa kamu bahagia?”
“Hiiihh… sebel ah sama kamu…” Dira
melangkah meninggalkan Galang.
Galang mengejar dan menyembul di
hadapan Dira.
“Takut? Masa sih? Kan kamu yang
kepengin banget, hehehe…”
“Iya… tapi kan maunya ada kamu juga…”
“Nah, kan ada, menyambut kamu malah…”
Dira memilih diam.
“Ya udah, gak usah ngambek. Orang sebenarnya
kamu itu pemberani, tangguh, kuat, apa lagi yaa… mmm… bukan penakut deh
pokoknya…”
“Truss..?”
“Yaaa… aku harap begitu juga dengan
masalah hati dan masa depan”.
Dira melongo, menatap wajah Galang
tanpa berkedip.
“Masa depan kamu gak akan hilang. Ia
selalu ada, memang butuh perjuangan meraihnya. Kamu berhak mendapatkannya. Aku,
tak akan hilang. Kamu, akan halal bagiku.”
Mata Dira berkaca-kaca. Ia ingin
Galang mencubit pipinya. Jika sakit, ia akan yakin bahwa ini bukan mimpi.
“Terima kasih, kamu, I love you too”
goda Galang seraya mengabadikan ekspresi Dira dengan kamera saat itu.
“Hiiiihhh Galang… kamuuuu…” Galang
berlari, menghidari gempuran tinju Dira. Dira mengejar, mengejar masa depan
yang semoga benar menjadi miliknya. Hadiah dari Tuhan yang saling menjaga
nantinya.
*ditulis untuk menjawab tantangan dalam Kelas Menulis. Ini lagunya sedih yaa? Tapi lagi pengin nulis yang happy ending.. xaxaxa...
Akhirnyaaa... kelas menulis yang saya ceritakan beberapa waktu lalu menjadi acara rutin. Yesss... bisa jadi wadah untuk belajar tentang sastra dan kepenulisan.. :D Menulis Hore edisi kemarin seruuuu bangeeett lebih serius dari sebelumnya xixixixi... Kita belajar tentang point of view dalam sebuah cerita. Wow... saya cukup excited karena saya belum ahli untuk menulis cerita fiksi dengan baik... XD
Di awal sesi kami diminta untuk membaca sebuah cerpen, kemudian membahas point of view-nya dan juga tentang karakter serta karakteristik tokohnya. Apakah cerita itu menggunakan sudut POV 1 (sudut pandang orang pertama), POV 2 (sudut pandang orang ke dua), atau POV 3 (sudut pandang orang ke tiga). Lalu dibahas mana yang lebih menarik, lebih susah atau pun lebih mudah dalam menulisnya. Juga tentang cara memaparkan karakter dan karakteristik tokohnya.
Dari situ saya yang tadinya belum paham tentang beda karakter dan karakteristik. Kalau karakter adalah tentang penokohan sedangkan karakteristik adalah tentang pemaparan apa yang sedang dilakukan tokoh dalam suatu setting. Hmmm kira-kira begitu. Semoga saya tidak salah tangkap.. :D Bisa ditujes orang sekampung.. :P
Nah kalau yang tentang sudut pandang, mungkin teman-teman juga sudah paham yahh.. Mmm penggunaan kata ganti orang pertama, dimana penulis menggunakan kata 'aku' untuk tokoh utamanya, sedangkan untuk kata ganti orang ke dua, penulis menggunakan kata 'kamu', dan untuk kata ganti orang ke tiga, penulis menyebut nama-nama tokohnya, penulis bebas bercerita.
Tak berhenti pada teori, kami juga diminta untuk membuat contoh-contoh tulisan berdasarkan apa yang sudah dipelajari. Belajar langsung berkarya.. :D Nah, yang seru, kami diminta untuk membuat sebuah cerpen dengan sudut pandang orang ke dua (POV 2). Mungkin, dirasa-rasa kita jarang menemukan cerita dengan bentuk seperti itu. Tapi ternyata, kita sering-sering juga loh melakukannya. Coba deh cek tulisan kamu, mungkin tanpa sadar juga menggunakan POV 2. Seperti menulis surat atau puisi memang. Tapi, ternyata menarik juga.. :)
Berikut ada beberapa contoh tulisan hasil dari tantangan sesi yang lalu. Membuat cerpen dengan POV 2 dan tokohnya bukan manusia... :D Ada tulisan dari Benedikta Sekar , Gladish Rindra , Jusmalia Oktaviani , dan punya saya hehehe...
Yaa... begitulah keseriusan saya dan teman-teman untuk belajar. Semoga bisa bermanfaat dan selalu menunggu pelajaran baru lagi.
Kalau kalian tertarik untuk bergabung, Kelas Menulis Hore akan ada lagi, besok Hari Minggu, 2 Desember 2012 pukul 19.00. Seperti apa caranya?
1. Siapkan apa pun yang membuat kalian terhubung dengan internet. Semacam
PC, laptop, atau apa pun, asal bisa memfasilitasi kita untuk conference
via YM.
2. Untuk yang menggunakan Android atau Blackberry bisa mengunduh aplikasi Beejive for Yahoo Messenger (supaya bisa conference)
3. Aktifkan akun YM masing-masing.
4. Add akun YM: teguhpuja@ymail.com (boleh add dari sekarang katanya,
tinggal info sebagai peserta, jadi besok tinggal di-invite ke dalam
conference)
5. Bergabunglah dalam conference dan selamat menemukan banyak ilmu baru.. ;)