Friday, August 10, 2012

Hanya Ingin Bertanya




"Pertanyaan..." yang entah kenapa terkadang menjadi lebih berat daripada berton-ton beras yang harus dipanggul. Sesulit soal ujian yang materinya sama sekali tak ada di kepala. Atau bahkan lebih mengerikan daripada sebuah film horor berbumbu thriller yang begitu dahsyat. Ah, apalagi jika tanya dengan bumbu "beda", mmm meski sejumput saja.

Lalu, seharam apakah kemudian tentang "tanya dan beda" itu?

Saya sedang bertanya-tanya, tentang... kenapa orang tak boleh bertanya tentang keyakinan orang lain? Hmmm... iya, bagi sebagian orang, ini adalah hal yang seharusnya tidak terjadi. Tapi kenapa? Bukankah dengan bertanya, kita akan lebih mengenal, kemudian.... memahami....?

Apakah tak layak jika orang lain mengetahui bahwa kita pemeluk Islam, atau Kristen, Katholik, Hindu, Budha, ataupun keyakinan yang lain? Apakah itu mengganggu? Apakah itu akan memberikan akibat-akibat yang buruk? Atau, membuat kebebasan tak ada lagi?

Saya rasa, setiap jiwa berhak memilih tentang apa yang menjadi keyakinannya. Dan, oke, keyakinan adalah urusan vertikal yang personal kepada Yang Maha Pencipta. Tapi mengetahui satu sama lain adalah sebuah bentuk untuk saling memahami. Mudahnya begini, ketika kita tahu bahwa teman kita pemeluk Kristen misalnya, seandainya akan membuat janji kita boleh kan menanyakan, "Kalau Hari Minggu siang gimana? Kamu pulang gereja jam berapa deh?" Ya, paling tidak, kita tidak semena-mena dalam membuat janji. Atau, ketika yang di depan kita adalah seorang pemeluk Islam, ketika mendengar adzan, boleh lah kita katakan, "Adzan nih, kamu gak sholat dulu?" Lalu apakah itu juga salah? Bukankah mengingatkan dalam kebaikan juga sebuah anjuran?

Jadi, apa masalahnya? Sulit memberikan jawaban? Ya mudahnya dijawab saja apa adanya. Jika memang iya katakan iya, jika memang tidak, maka katakan tidak. Tidak semua pertanyaan akan menjurus pada hal-hal yang detil. Kadang semuanya hanya membutuhkan jawaban yang sederhana, agar lebih paham.

Mungkin kita perlu belajar dari hal yang simpel ya, misalnya, menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut dengan jujur... apa adanya...
1. Sudah sarapan belum?
2. Kamu, udah punya pacar?
3. Maaf, apakah anda sudah menikah?

Semua pertanyaan itu, boleh dijawab dengan "BELUM". Kadang kita cenderung merasa inferior ketika mendapati diri kita berbeda dengan yang lain. Hei, Yang Maha Esa itu cuma Tuhan. Sedangkan yang diciptakan beraneka ragam adanya. Jadi, tidak sama itu, tidak nista. Termasuk, tentang keyakinan. Saya rasa, tidak ada yang salah jika tetap peduli kepada yang berbeda.

Kemudian, apakah kekhawatiran menjadi berlebih jika ternyata kita berbeda? Jadi tidak bebas lagi? Hei, semua bebas tetap berbatas. Kebebasan yang tak berbatas, cuma dimiliki oleh Tuhan. Ya, semua yang diciptakan, tetap memiliki batas, keterbatasan. Apakah itu mengerikan? Saya rasa tidak. Semua yang diciptakan memiliki peran.

Apalagi, ini tentang keyakinan, yang tak bisa dipaksakan. Semua merangkum tentang "perjalanan" berdekatan dengan Tuhan. Saya sih berharap, dengan datangnya pertanyaan-pertanyaan kepada kita, justru akan membuat kita lebih banyak belajar. Membuat kita menjadi semakin dekat, semakin paham, semakin mencintai, tentang semua yang kita yakini. Bahwasanya tak ada pemahaman tanpa penambahan atas pelajaran.

Lalu apalagi yang ditakutkan?
Tak ada perjalanan tanpa hambatan. Hanya karena ketakutan tentang ketidaksempurnaan sebuah keyakinan, justru semakin banyak hal yang kita sembunyikan. Hmm... hendaknya kita tetap bisa mengatakan, menanyakan, bahkan saling berbagi pelajaran, yang mudah-mudahan mampu meneguhkan keyakinan.

Jadi, nomor telepon kamu berapa? *Duh *Salah fokus :)) :))





No comments: