Saturday, September 15, 2012

Sampai Jumpa, Bayu



"Kamu balik lagi ke Jakarta kapan?" tanyamu siang itu.
"Nanti sore", jawabku.
"Ya udah, nanti aku anterin ya.. Naik pesawat juga kan?" lanjutmu.
"Iya, eh tapi aku udah pesen travel kok. Daripada kamu repot-repot nganterin aku segala", tapi sepertinya kamu memilih tak mendengarkan alasanku.
"Batalin aja travelnya, aku mau nganterin kamu ke bandara".

Entah kenapa dengan mudahnya aku menuruti semua katamu. Mulai dari membatalkan travel, sampai mengijinkan kamu mengantarku sampai ke bandara.

Sepulang dari pesta pernikahan Ambar dan Dani, kamu memilih untuk terus melanjutkan perjalanan, bersenang-senang katamu. Kamu, aku, Arga, dan Enggar. Ya, kita mengunjungi tempat-tempat yang sering kita kunjungi di jaman kuliah dulu.

Aku tak ingin bertanya apa-apa, yang aku tahu, semburat tawalah yang aku lihat saat itu. Semoga benar, kita sungguh-sungguh berpeluk suka... :)

"Buruan pulang yuk... aku belum packing nih..." ajakku setelah menyelesaikan suapan terakhir semangkuk es campur di kedai favorit kita.
" Iya nih, kayaknya sebentar lagi juga hujan", gayung bersambut, Arga mengiyakan ajakanku.

Padahal, biasanya cuaca tak mendung seperti hari itu. Itu juga menurut ceritamu. Jadi, kenapa hari tiba-tiba mendung dan langit seakan tak mampu menahan tangisnya. Ah, mudah-mudahan karena ia bahagia, melihat kita bahagia. Ehmmm.. kamu... iya, melihat kamu bahagia.... bertemu kembali denganku. Aku mengikik dalam hati. Kamu lucu sekali, aku hanya bisa membatinnya.

Setelah mengantar Arga dan Enggar, kamu mengantarku pulang, menungguku packing, dan siap mengantarku ke bandara.

Perjalanan kali ini ditemani langit sore dengan gerimisnya. Kemudian menderas. Aku pun nyaris beku di dalam mobil yang kamu kendarai. Kamu menatap jalanan dengan begitu serius, sepertinya pandanganmu mulai terganggu gerimis yang kian deras itu. Aku, berada di sampingmu, diam. Mungkin, tanpa sadar aku telah membeku.

Sesekali kamu menatapku, aku cuma bisa tersenyum.
"Ini benar-benar tanpa logika" keluar juga suaramu setelah tarikan nafas panjang yang terdengar jelas di telingaku.
"Maksudnya?" tanyaku yang tak mengerti sekali.
"Iya, yang aku lakukan sekarang ini, nggak ada logikanya", lanjutmu.
"Mmmm... nganterin aku maksudnya?" tanyaku lagi.
Kamu mengangguk. Pasti.

Kemudian ingatanku berlari ke belakang, pada waktu-waktu yang panjang. Masa-masa yang mungkin sangat indah untuk dikenang.

"Kamu nggak nyanyi-nyanyi lagi?" tanyamu tiba-tiba.
"Haaa? Nyanyi apa?" aku malah balik bertanya.
"Yang dari tadi kamu nyanyiin laahh..." jawabmu santai.
Aku mengernyit, "Apaan sih?"
"Yaaahhh... malah lupa... itu yang tadi...." lanjutmu sambil cengar-cengir.

Aku pun terbahak ketika menangkap apa yang kamu maksud. Iya ya, kenapa juga harus lagu itu yang keluar. Ah....

Ijinkan aku.. untuk terakhir kalinya...
Semalam saja bersamamu...
Mengenang asmara kita....
(Berharap Tak Berpisah - Reza Artamevia)

"Kamu ingat, Bay?" tanyaku dalam hati. Aku tersenyum kecil. Dan kamu, justru terus memerhatikan aku. Ah, Bayu...

"Kenapa lagu itu, Luh?" tanyamu.
Aku tak bisa memberikan jawaban apa-apa. Aku menggeleng.
"Galuh, jadi jawaban apa yang akan kamu berikan pada lelaki yang melamar kamu itu?" tiba-tiba kamu menanyakan sesuatu yang aku tak pernah ingin bahas, ketika aku hanya ada denganmu.

Aku mengambil sebuah boneka lumba-lumba yang ada di dashboard mobilmu.
"Itu buat kamu Galuh, bawa aja. Kamu suka ikan, kan?"
"Enggak ah, ini pasti punya adik kamu.. hehehe.." aku menimpali, mencoba meruntuhkan kaku yang tetiba membelenggu.
"Sejak kapan aku lupa bahwa kamu suka semua hal tentang ikan".

Mobil yang kamu kendarai memelan, kemudian berhenti di belantara parkiran. Ya, kita sampai di bandara. Artinya, perjumpaan kita kali ini, sampai di sini saja.

Tetiba handphone kamu berbunyi. Kamu menatapku sebelum kemudian menjawab telepon itu.
"Halo..."
Entahlah pertanyaan apa dari si penelepon, aku hanya mendengar sederet kalimat jawabanmu.
"Lagi nganter ke bandara,"
"Eemm... nganterin... kekasihku yang dulu".

Deg.
Aku belum pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelumnya, Bayu.
Maaf Bayu...
Katamu, kita harus saling merelakan. Harus kuat dengan segala ketetapan Tuhan. Bayu,waktu itu kita sedang diijinkan. Entah kapan lagi... sampai hati akan bertaut, entah diantara aku dan kamu, atau bukan.

Sampai jumpa, Bayu....









No comments: