Monday, April 04, 2011

Idealisme Itu Benar-Benar Sahabatku


Ceritanya, lagi kangen berat sama ‘dunia’ku yang sesungguhnya. Lalu selama ini apa dong ?? hehe..maksudnya, ini masalah passion. Udah lebih dari enam bulan ini aku merasa terbalut dalam pelukan impian tapi dibumbu alur yang mungkin tidak sejalan dengan maksud hati.

Yang aku tau, aku telah mendapatkan impian yang selama ini aku kejar. Alhamdulillah… dan aku menikmatinya dalam setiap detak ceritanya. Menulis dan menghayal apa saja yang bisa meghibur dan menyenangkan hati orang lain.

Tapi, ternyata aku juga merindukan sebuah kebebasan, dimana aku bisa membuat sebuah karya tanpa aturan apa-apa tapi tetap memiliki makna. Tapi, tiba-tiba aku lupa, dimana tempatnya. Ah, memang jadi terasa hampa.

Begitu tulis Amey pada sebuah note di salah satu akun jejaring sosialnya. Mungkin itu hanya salah satu contoh yang mungkin juga pernah kita alami suatu kali.

Tapi, manusia memang tak akan hidup tanpa masalah. Mungkin juga itu atas lumatan diri sendiri yang mengarahkannya pada sebuah bentuk masalah ataupun tidak. Maksudnya, diri sendiri lah yang menentukan bahwa sesuatu itu akan menjadi sebuah masalah untuk diri kita atau tidak. Hmm setidaknya begitulah pesan seorang penyejuk jiwa, kepada pendengar setianya, termasuk saia.

Oke, kita kembali pada topik awal. Dunia yang sesungguhnya. Apa sih maksudnya?

Seseorang tentunya memiliki idealisme sendiri dalam kehidupannya. Mungkin itu adalah sesuatu yang manusiawi dan dianggap sebagai suatu pedoman dalam kehidupannya. Hhmm terlalu berat ya ?! Mudahnya begini, seseorang akan memiliki pilihan sendiri dalam kehiduapannya untuk dijalani. Entah itu soal cita-cita, cinta, agama, dan bahkan dalam sebuah pilihan sederhana saja, seperti menu makanan.

Tapi, yang ingin dibahas kali ini memang tentang sebuah perjalanan cita-cita. Tentang sebuah masa depan yang mungkin saja dirangkai sejak seseorang itu belum merasakan akil balligh. Iya, sebuah impian yang mungkin saja mulai muncul ketika kita masih dibilang kanak-kanak. Bahkan, terkadang impian itu terlihat sangat konyol dan tidak masuk akal.

Hingga akhirnya, impian itu telah masuk ke dalam alam bawah sadar dan otomatis mengendalikan langkah-langkah perjalanan kehidupan. Dan, siapa sangka, impian yang tadinya konyol itu, ternyata sanggup menjadi kenyataan, meskipun agak sedikit meleset. Misalnya, ketika ingin menjadi seorang pengusaha mobil, ternyata sekarang menjadi seorang pemilik bengkel. Yaahh semoga, selanjutnya bisa punya dealer atau showroom mobil sendiri yah….hehehehehe….

Tapi bagaimana dengan sebuah kehidupan pribadi yang ternyata juga butuh ruang sendiri untuk dinikmati ? meski kita telah menelusur dalam sebuah rutinitas yang memang sudah menjadi kewajiban dan kebutuhan. Nyatanya, memang nggak gampang kan untuk bisa membagi waktu antara pekerjaan, keluarga, dan pertemanan. Baik seseorang masih dalam status single ataupun sudah berkeluarga. Sesuatu yang privasi itu tetap dibutuhkan.

Kadang memang sesuatu yang privasi itu dekat dengan hobi atau kesenangan yang bisa membuat seseorang bisa menjadi dirinya sendiri. Misalnnya, untuk yang suka melukis, bermain bola atau hobi lainnya, akan merasa sangat merindukan kegiatan-kegiatan itu selagi sibuk dengan rutinitas pekerjaan. Bahkan, dengan menempatkan hobi sebagai pekerjaan pun tetap akan merindukan masa-masa untuk menjadi diri sendiri.

Karena, dalam pekerjaan, seseorang tak bisa mengedepankan idelaisme terus-terusan. Tetap saja juga harus mempertimbangkan kebutuhan pasar dan hal lain terkait dengan aturan-aturan yang ada. Padahal, sebuah idealisme lah yang membantu kita untuk menjadi diri sendiri.

Kekhawatiran merindukan ‘dunianya’ sendiri seakan menjadi sebuah awal dari ketidak beresan mental. Ah masa ? mungkin saja, karena dengan sebuah peran yang dimainkan, seseorang bisa saja merasa jenuh, dan ketika sampai pada titik klimaks, seseorang akan mencari ‘obat’ untuk memperbaiki semangatnya. Seperti baterei yang juga berlu di-charge. Kira-kira begitulah.

Jadi, akan lebih baik, meski dalam sebuah rutinitas yang ketat dan ‘pengekangan’ idealisme, kita tetap meluangkan waktu untuk ‘memanjakan’ diri. Ini baik untuk menambah semangat dan menemukan inspirasi baru. Kalau sudah begitu, kreativitas tidak akan mati. Rasa jenuh bukanlah suatu titik mati yang harus disesali apalagi diratapi. Itu justru menjadi alarm untuk kita, yang mengingatkan kita agar tetap memperhatikan kesehatan mental dalam menjalani rutinitas.

Alasan seseorang untuk tetap memperjuangkan hidupnya, adalah dengan bersyukur untuk sebuah alasan tentang karunia Tuhan.




thanks buat yang udah minjemin gambarnya:

http://rttmc-hubdat.web.id/rttmcnew/berita-3881.html?module=detail_berita&id=3881

http://www.livingelectro.com/search/traffic+dutch+mix/1

No comments: