Thursday, May 03, 2012
Namanya, Jingga
"Selamat datang jingga," gumamku pada suatu senja. Menyambut wajah langit yang hanya mampu kita lihat sekejap saja. Iya, senja... hanyalah kecupan yang mengantar terang pada gulita. Mungkin juga, tempat bercengkeramanya awan-awan sebelum mereka redup dan seakan lenyap ditelan gelap. Tapi, taukah kau, kecupan sesaat serupa pelukan hangat yang mampu meneduhkan setiap lusuh perasaanmu. Kau boleh buktikan.
Sesekali aku menatapnya dalam-dalam. Mencari dan menyusup ke dalam hangatnya jingga yang penuh rahasia. Selalu ada senyum semesta di sana. Mengabarkan bahwa semua akan baik-baik saja, sampai matahari kembali menyapa. Kau dengar? Di setiap pelukan jingga, ada do'a-do'a yang selalu dirapal. Entah dalam senyum, isakan, atau sejuta kelelahan. Iya, bait-bait cerita pada Penguasa Semesta yang menjadi ramuan harapan. Hingga esok, bibir mungilmu pun mampu melukis senyum kala pagi menyapa.
Senja... aku yakin kau pun pasti selalu menantinya. Mengendurkan saraf-saraf otak yang tegang seharian. Membuang penat-penat yang mencekat. Melenggang kembali pada memori yang menjanjikan pertemuan-pertemuan menyenangkan. Dari sekian banyak kemungkinan, senja disambut dengan senyuman. Lalu, makna apa yang kau semat dalam pertemuan singkat itu?
Hmm... entah kenapa, dalam pelukan jingga, selalu sayup-sayup terdengar sebuah sapa yang meneduhkan. Membuaiku dalam sederet ingatan tentang masa-masa kecil yang menyenangkan. Riuh-riuh tawa gembira memukau rasa, menghadiahkan sesimpul senyuman kepadanya. Seraut jingga dengan segala pesonanya. Serasa langist hanya berpihak padaku, memayungku dengan jingga.
Ah, alasan apa akan memalingkan aku darinya? Aku rasa tidak akan ada. Ia yang yang selalu mengajakku menari-nari menyusuri langit. Jingga, menyulut senyum-senyum kecil yang aku hadiahkan pada semesta. Atas segala cinta. Selamat senja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment