Sejenak aku bentangkan pandangan ke sudut angkasa. Terlihat awan berarak, menggumpal dan perlahan mulai menghitam. Itu…kantung air yang nyaris pecah yang akan membuat bumi jadi basah dan mengharumnya bau tanah yang menenangkan…
Tapi, terlihat segumpal awan yang tak terlalu hitam, ia terarak paling depan di antara yang lain. Sedikit aku mengintai sesuatu di balik awan itu, ada cercah yang mengkilat… ummm itu matahari, kenapa dia malu-malu, aku ingin melihat kilaunya menembus embun pagi ini, walau sebentar saja. Aku hanya bisa berucap dalam hati sambil tersenyum.
Aku tinggalkan awan ku sebentar, indera penglihatanku terarah pada sesuatu yang tampak menungging di ujung kuncup bunga di taman milik mama. Warnanya sama dengan cercah sinar mentari yang bersembunyi itu, iya, kuning keemasan, ia mencari madu di bunga itu, tapi bunga itu masih kuncup… lalu aku memanggilnya dengan senyum, ia terbang ke arahku, dia menungging di ujung hidungku, kusapa dia dengan sebaris gigi yang terbungkus bibir mungilku. Ia tak beranjak, kutiup angin dari bibirku, ia terperangah. Kejutanku tak membuatnya pergi, dikepak-kepakkannya sayap kecil itu seolah mengacau bola mataku.
Kuhitung berapa detik ia betah melakukan itu. Ia cukup betah, tapi kakinya mulai lelah, lalu bertanya, “Kenapa kau memanggilku? Apa kau ingin menitip sesuatu?” tanya dia. aku pikir, baik juga kupu-kupu ini. Aku tak menggeleng ataupun mengangguk. Sepertinya ia mulai jengkel, ia pindah ke sebelah kiri pandanganku. Lagi-lagi ia menggerakkan kakinya. Aku hanya mampu terdiam.
Tak berapa lama, kakinya menyentuh ujung jariku yang menelungkup bersama telungkupan lengan yang mendekap dua kakiku yang menekuk di depan dada. Dia memaksa aku untuk bercerita, tapi aku tak mampu bicara. Aku kedipkan saja mataku, aku bicara padanya dengan hatiku. “Katakan pada matahari itu, kenapa dia bersembunyi di balik mega, padahal aku ingin melihatnya tersenyum, senyumnya yang mengkilat, yang mampu menerangi redupnya satu ruang di hatiku,” ucapku.
Kalau saja kupu-kupu kecil itu bisa bicara pada Yang Maha Segalanya, untuk ijinkan aku melihat senyum itu sebentar… saja. Jika memang masih ada waktu lagi, aku akan berjalan dengan cahaya itu dalam dekapan syahdu peluk-Nya. Hanya itu saja…
Sunday, November 01, 2009
SUMPAH, Senyum Membawa Luka, PEMUDA!
Memang sudah takdir yang telah digariskan, bahwasanya seorang perempuan paruh baya yang judesnya amit-amit menjadi bos bagi seorang Kania. Otorisasi dan kediktatoran pun menjadi santapan wajib bagi Kania.
Dan memang sudah takdir pula, bila seorang Kania selalu datang di tempat kerja pada batas maksimal, eh kepagian lima menit ajah Kania justru merasa bersalah… kasian bener Kania selalu menjadi ratu telat dari bayi…xixixixixi…
Segala macem aturan tak jua membuat Kania berhasil memerbaiki kasus kemangkirannya. Meski bukan potong gaji, infotainment dadakan lah yang bakal menjadi hukuman sosialnya.
Suatu pagi, entah mimpi apa yang membuat Kania datang 25 menit lebih cepat dari batas maksimal. Mungkin saja perayaan Sumpah Pemuda yang membuatnya bulat tekad memerbaiki diri. Mengejutkan, bukan hanya bunyi check clock Kania yang terlalu pagi, tapi…baru saja Kania berbalik menjauh dari mesin check clock , senyuman termanis yang belum pernah ia lihat sekalipun selama mengais rejeki di gedung biru itu, tiba-tiba menyungging dari bibir perempuan paruh baya yang manis. Tak lain dan tak bukan, Kania’s big bos… ooow, seperti tak percaya, Kania membalas dengan ragu, “Buset, jangan-jangan aku ke-GR-an?!” batinnya.
Sambil membawa puluhan teka-teki, Kania berjalan menuju ruang kerjanya. Batinnya senyum-senyum sendiri, makin mirip orang nggak waras. Antara senang, bangga, heran, aneh bercampur kayak rujak gobet. Sampai…”Jeglukkkk”, Kania pun mengaduh, kakinya terkilir, dan parahnya… HAK SEPATUNYA PATAH! Kania harus berjalan menyeret sejauh beberapa meter. “gosh, what happen aya naon”. Sepertinya Kania mengalami resistensi terhadap mimpinya semalam. Ia tak mampu mengingatnya sedikit pun….
Bukannya menyambar buku kerja, ia justru bergegas mencari pinnjaman lem ALTECO yang dikenal mantap mengobati luka-luka patah semacam yang terjadi pada hak sepatunya. Kania harus menguda-udal bakat nge-sol sepatunya detik itu juga, DILARANG MALU. Meskipun, sejumlah temannya terus saja melontarkan komentar dan cibiran nggak penting. “Udah lah, kalo biasa pake bakiak, bakiak aja…” Tasya mengomentari sambil cekikikan. Kania menyimpan balasan, dan tetap konsentrasi dengan ‘usaha sol sepatu’ barunya.
Mulanya, kania pengen ikut-ikutan iklan sebuah permen pedes jadul itu, PATAHKAN SAJA, dan BERES! Ternyata nggak enak sama sekali dipakenya, so, IKLAN ITU BO'ONG!!! >.<
Akhirnya, hak sepatu yang udah ia patahkan, harus dilem dengan teknik sebisanya:
1. Oleskan lem pada bagian yang hendak ditempeli
2. Biarkan lem agak mengering
3. Lekatkan hak sepatu
4. Gencet dengan benda berat supaya rekat
Untuk melakukan teknik 1-3, Kania bisa mengerjakannya dengan lancar. Tapi…untuk yang terakhir, Kania bingung. Biasanya, yang Kania liat di tukang sol sepatu itu, mereka pake kayu dan menambahkan paku kecil *keliatan banget sering nge-sol-in
sepatu*. Nah kalo di kantor, di tempat formal ini, apa yang bisa Kania lakukan.
Untunglah, bebalnya Kania bisa berguna untuk masalah semacam ini. Dia nggak bisa liat meja dispenser nganggur gitu aja saat ia sedang mengalami masalah besar. Kania menggencet sepatu dengan kaki meja itu. Orang-orang yang lalu lalang pun pasti bertanya, dan Kania CUMA NYENGIR! Yang penting…SEMUA BERES!!!
Sepatu sudah bisa dipake seperti biasa, lem pun sudah disimpan kembali. Tapi ternyata, bekas-bekas yang mengiringi usaha sol sepatu Kania itu sedikit mengganggu. Entah kebodohan apa yang ia perbuat, hingga lem pun berceceran di lantai. “Kaki gue bisa rusak nih kena Alteco,” protes Sabrina. Kania cuma menepuk jidatnya, dan berganti menyalahkan Sabrina yang melepas sepatu sembarangan hingga menginjak lem di lantai.
Huuuh, bener-bener di hari SUMPAH PEMUDA, ada SENYUM MEMBAWA LUKA. Nggak pengen lagi deh. Pesan ku untuk para pemuda, nggak perlu bangga dengan senyum seorang bos judes! *Kania mengumpat-ngumpat dalam hati sambil terus berusaha membersihkan ceceran lem Alteco yang susah banget ilangnya.
Dan memang sudah takdir pula, bila seorang Kania selalu datang di tempat kerja pada batas maksimal, eh kepagian lima menit ajah Kania justru merasa bersalah… kasian bener Kania selalu menjadi ratu telat dari bayi…xixixixixi…
Segala macem aturan tak jua membuat Kania berhasil memerbaiki kasus kemangkirannya. Meski bukan potong gaji, infotainment dadakan lah yang bakal menjadi hukuman sosialnya.
Suatu pagi, entah mimpi apa yang membuat Kania datang 25 menit lebih cepat dari batas maksimal. Mungkin saja perayaan Sumpah Pemuda yang membuatnya bulat tekad memerbaiki diri. Mengejutkan, bukan hanya bunyi check clock Kania yang terlalu pagi, tapi…baru saja Kania berbalik menjauh dari mesin check clock , senyuman termanis yang belum pernah ia lihat sekalipun selama mengais rejeki di gedung biru itu, tiba-tiba menyungging dari bibir perempuan paruh baya yang manis. Tak lain dan tak bukan, Kania’s big bos… ooow, seperti tak percaya, Kania membalas dengan ragu, “Buset, jangan-jangan aku ke-GR-an?!” batinnya.
Sambil membawa puluhan teka-teki, Kania berjalan menuju ruang kerjanya. Batinnya senyum-senyum sendiri, makin mirip orang nggak waras. Antara senang, bangga, heran, aneh bercampur kayak rujak gobet. Sampai…”Jeglukkkk”, Kania pun mengaduh, kakinya terkilir, dan parahnya… HAK SEPATUNYA PATAH! Kania harus berjalan menyeret sejauh beberapa meter. “gosh, what happen aya naon”. Sepertinya Kania mengalami resistensi terhadap mimpinya semalam. Ia tak mampu mengingatnya sedikit pun….
Bukannya menyambar buku kerja, ia justru bergegas mencari pinnjaman lem ALTECO yang dikenal mantap mengobati luka-luka patah semacam yang terjadi pada hak sepatunya. Kania harus menguda-udal bakat nge-sol sepatunya detik itu juga, DILARANG MALU. Meskipun, sejumlah temannya terus saja melontarkan komentar dan cibiran nggak penting. “Udah lah, kalo biasa pake bakiak, bakiak aja…” Tasya mengomentari sambil cekikikan. Kania menyimpan balasan, dan tetap konsentrasi dengan ‘usaha sol sepatu’ barunya.
Mulanya, kania pengen ikut-ikutan iklan sebuah permen pedes jadul itu, PATAHKAN SAJA, dan BERES! Ternyata nggak enak sama sekali dipakenya, so, IKLAN ITU BO'ONG!!! >.<
Akhirnya, hak sepatu yang udah ia patahkan, harus dilem dengan teknik sebisanya:
1. Oleskan lem pada bagian yang hendak ditempeli
2. Biarkan lem agak mengering
3. Lekatkan hak sepatu
4. Gencet dengan benda berat supaya rekat
Untuk melakukan teknik 1-3, Kania bisa mengerjakannya dengan lancar. Tapi…untuk yang terakhir, Kania bingung. Biasanya, yang Kania liat di tukang sol sepatu itu, mereka pake kayu dan menambahkan paku kecil *keliatan banget sering nge-sol-in
sepatu*. Nah kalo di kantor, di tempat formal ini, apa yang bisa Kania lakukan.
Untunglah, bebalnya Kania bisa berguna untuk masalah semacam ini. Dia nggak bisa liat meja dispenser nganggur gitu aja saat ia sedang mengalami masalah besar. Kania menggencet sepatu dengan kaki meja itu. Orang-orang yang lalu lalang pun pasti bertanya, dan Kania CUMA NYENGIR! Yang penting…SEMUA BERES!!!
Sepatu sudah bisa dipake seperti biasa, lem pun sudah disimpan kembali. Tapi ternyata, bekas-bekas yang mengiringi usaha sol sepatu Kania itu sedikit mengganggu. Entah kebodohan apa yang ia perbuat, hingga lem pun berceceran di lantai. “Kaki gue bisa rusak nih kena Alteco,” protes Sabrina. Kania cuma menepuk jidatnya, dan berganti menyalahkan Sabrina yang melepas sepatu sembarangan hingga menginjak lem di lantai.
Huuuh, bener-bener di hari SUMPAH PEMUDA, ada SENYUM MEMBAWA LUKA. Nggak pengen lagi deh. Pesan ku untuk para pemuda, nggak perlu bangga dengan senyum seorang bos judes! *Kania mengumpat-ngumpat dalam hati sambil terus berusaha membersihkan ceceran lem Alteco yang susah banget ilangnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)